Sabtu, 21 Juli 2012

SEJARAH


   KESULTANAN ACEH DARUSSALAM


 Lamuri 1496–1903
Bendera Kesultanan Aceh
Bendera
Lokasi Kesultanan Aceh
Luas Kesultanan Aceh pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda, 1608-1637.
Ibu kota Bandar Aceh Darussalam (sekarang Banda Aceh)
Bahasa Aceh, Melayu, Arab
Agama Islam
Pemerintahan Monarki
Sultan
 - 1496-1528 Ali Mughayat Syah
 - 1874-1903 Muhammad Daud Syah
Sejarah
 - Penobatan sultan pertama 1496
 - Menyerah 1903
Mata uang Koin emas dan perak lokal
Kesultanan Aceh Darussalam merupakan sebuah kerajaan Islam yang pernah berdiri di provinsi Aceh, Indonesia. Kesultanan Aceh terletak di utara pulau Sumatera dengan ibu kota Kutaraja (Banda Aceh) dengan sultan pertamanya adalah Sultan Ali Mughayat Syah yang dinobatkan pada pada Ahad, 1 Jumadil awal 913 H atau pada tanggal 8 September 1507. Dalam sejarahnya yang panjang itu (1496 - 1903), Aceh telah mengukir masa lampaunya dengan begitu megah dan menakjubkan, terutama karena kemampuannya dalam mengembangkan pola dan sistem pendidikan militer, komitmennya dalam menentang imperialisme bangsa Eropa, sistem pemerintahan yang teratur dan sistematik, mewujudkan pusat-pusat pengkajian ilmu pengetahuan, hingga kemampuannya dalam menjalin hubungan diplomatik dengan negara lain.[1]


                                         Awal mula

Kesultanan Aceh didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah pada tahun 1496. Pada awalnya kerajaan ini berdiri atas wilayah Kerajaan Lamuri, kemudian menundukan dan menyatukan beberapa wilayah kerajaan sekitarnya mencakup Daya, Pedir, Lidie, Nakur. Selanjutnya pada tahun 1524 wilayah Pasai sudah menjadi bagian dari kedaulatan Kesultanan Aceh diikuti dengan Aru.
Pada tahun 1528, Ali Mughayat Syah digantikan oleh putera sulungnya yang bernama Salahuddin, yang kemudian berkuasa hingga tahun 1537. Kemudian Salahuddin digantikan oleh Sultan Alauddin Riayat Syah al-Kahar yang berkuasa hingga tahun 1568.[2]

 

Ali Mughayat Syah

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Sultan Ali Mughayat Syah)
Sultan Alaidin Ali Mughaiyat Syah adalah pendiri dan sultan pertama Kesultanan Aceh, bertahta dari tahun 1514 sampai meninggal tahun 1530.
Tahun 1520, beliau memulai kampanye militernya untuk menguasai bagian utara Sumatera. Kampanye pertamanya adalah Daya, di sebelah barat laut, yang menurut Tomé Pires belum mengenal Islam. Selanjutnya melebarkan sayap sampai ke pantai timur yang terkenal kaya akan rempah-rempah dan emas. Untuk memperkuat perekonomian rakyat dan kekuatan militer laut didirikanlah banyak pelabuhan.
Penyerangan ke Deli dan Aru adalah perluasan daerah terakhir yang dilakukannya. Di Deli yang meliputi Pedir dan Pasai mampu mengusir garnisun Portugis dari daerah itu. Namun penyerangan terhadap Aru (1824), tentaranya dapat dikalahkan oleh armada Portugis. Aksi militer ini ternyata juga mengancam Johor selain Portugis sebagai kekuatan militer laut di kawasan itu.
Setelah meninggalnya 1530, beliau digantikan oleh putranya, Salahuddin.
Didahului oleh:
-
Sultan Aceh
15141530
Digantikan oleh:
Sultan Salahuddin

 

               Salahuddin

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Sultan Salahuddin dari Aceh)

Dalam sejarah Kesultanan Aceh, Salahuddin merupakan Sultan Aceh kedua, yang berkuasa dari tahun 1530 sampai 1537 atau 1539. Ia merupakan anak tertua dari Sultan Ali Mughayat Syah, sultan pertama Aceh. Berbeda dengan ayah dan saudaranya, Sultan Alauddin al-Qahhar, yang menggantikannya, ia adalah penguasa yang lemah.
Masih belum jelas kapan ia diturunkan dari kekuasaan. Apakah sebelum atau sesudah penyerangan yang gagal ke Kesultanan Malaka tahun 1537. Hoesein Djajadiningrat yakin bahwa kudeta berjalan dulu dan kemudian penyerangan dilakukan oleh Sultan Alauddin al-Qahhar,[1] sedangkan Lombard menempatkan kudeta, dua tahun setelah penyerangan, yang mana Lombard percaya dipimpin oleh Salahuddin sendiri.[2]

Referensi

Sumber

  1. ^ Hoesein Djajadiningrat, "Critisch overzicht van de in Maleische werken vervatte gegevens over de geschiedenis van het Soeltanaat van Atjeh", Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde, vol. 65 (1911), pp. 135-265. Cited in Ricklefs, 33
  2. ^ Denys Lombard, Le Sultanat d'Atjéh au temps d'Iskandar Muda, 1607-1636 ("Kesultanan Aceh di masa Iskandar Muda, 1607-1636), Paris, École Française d'Extrême-Orient, 1967. Dikutip di Ricklefs, 33

 

 

Alauddin al-Qahhar dari Aceh


Sultan Alauddin al-Qahhar bergelar resmi `Ala ad-Din Ri`ayat Syah al-Kahhar adalah Sultan Aceh ketiga yang memerintah dari tahun 1537 atau sekitar tahun 1539 menurut Lombard[1] hingga tahun 1568 atau 8 Jumadil awal 979 H / 28 September 1571[1]. ia menggantikan saudaranya Sultan Salahuddin pada tahun 1537 atau 1539 pada kudeta kerajaan kerajaan. Dalam tradisi Aceh, ia juga dikenang sebagai penguasa yang memisahkan masyarakat Aceh ke grup administratif (kaum atau sukeë).

                  

                  Kampanye militer

Pada saat naik tahta, Sultan Alauddin Al-Qahhar nampak menyadari kebutuhan Aceh untuk meminta bantuan militer kepada Turki. Bukan hanya untuk mengusir Portugis di Malaka, namun juga untuk melakukan futuhat ke wilayah-wilayah lain, khususnya daerah pedalaman Sumatera, seperti daerah Batak pada tahun 1539. Dalam penyerbuan itu, ia menggunakan pasukan Turki, Arab, dan Abbesinia.[2] Pasukan Turki berjumlah 160 orang ditambah 200 orang tentara dari Malabar membentuk kelompok elit angkatan bersenjata Aceh. Mendez Pinto, yang mengamati perang antara pasukan Aceh dengan Batak melaporkan kembalinya armada Aceh di bawah komando orang Turki bernama Hamid Khan, keponakan Pasha di Kairo.[3]
Ia juga menyerang Kerajaan Aru, tetapi dilawan oleh pasukan Kesultanan Johor. Tahun 1547, secara pribadi ia terlibat dalam serangan yang gagal ke Kesultanan Malaka. Setelah kejadian ini, Aceh berubah menjadi negara yang damai selama 10 tahun pada dekade 1550-an.
Akan tetapi, pada tahun 1564 atau 1565, ia menyerang Johor dan membawa Sultannya, Alauddin Riayat Shah II dari Johor, ke Aceh dan ia-pun dihukum mati, kemudian menobatkan Muzaffar II dari Johor di takhta Kesultanan Johor. Aceh kemudian mengambil kekuasan atas Aru dari Kesultanan Johor. Tahun 1568 ia melancarkan kembali serangan yang gagal ke Malaka. Ketika Muzaffar diracun di Johor, Alauddin mengirimkan armadanya ke Johor, tetapi harus kembali karena pertahanan Johor yang kuat.

Referensi

  • M.C. Ricklefs, A History of Modern Indonesia Since c. 1300, Stanford: Stanford University Press, 1994, pages 33.
  1. ^ a b Denys Lombard, Kerajaan Aceh: Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Jakarta: Kepustakan Populer Gramedia, 2006. ISBN 979-9100-49-6
  2. ^ Pusponegoro, Marwati Djuned (1 Agustus 1984). Sejarah Nasional Indonesia Jilid III. Balai Pustaka. hlm. 33.
  3. ^ Azra, Azyumardi (1 Agustus 2004). Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII. Prenada Media. hlm. 27-28.

 

 

           Sri Alam



Sultan Sri Alam adalah Sultan Aceh ke-6 yang memerintah dari tahun 1575 hingga tahun 1576, menurut Lombard, ia hanya berkuasa pada tahun 1579[1]. Sri Alam merupakan putera dari Sultan Alauddin al-Qahhar, Sultan Aceh ke-3, selain itu ia juga menjabat sebagai Raja Priaman atau Pariaman.[1]
Sultan Sri Alam sebelumnya bernama Sri Alam Firman Syah yang dinikahkan dengan Raja Dewi, putri Sultan Munawar Syah dari Inderapura. Hulubalang dari Inderapura disebut-sebut berkomplot dalam pembunuhan putra dari Sultan Husain Ali Riayat Syah yang bernama Sultan Muda, sehingga melancarkan jalan buat suami Raja Dewi naik tahta dengan nama Sultan Sri Alam pada 1576. Namun kekuasaannya hanya berlangsung selama tiga tahun sebelum disingkirkan dengan dukungan para ulama.[2]
Namun pengaruh Inderapura tak dapat disingkirkan begitu saja. Dari 1586 sampai 1588 saudara Raja Dewi yang bernama Sultan Buyong memerintah dengan gelar Sultan Ali Ri'ayat Syah II, sebelum akhirnya terbunuh oleh intrik ulama Aceh.[2]

Referensi

  1. ^ a b LOMBARD, Denys. Kerajaan Aceh: Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Jakarta: Kepustakan Populer Gramedia, 2006. ISBN 979-9100-49-6
  2. ^ a b Kathiritammby-Wells, J.. "The Inderapura Sultanate: The Foundations of Its Rise and Decline, from the Sixteenth to the Eighteenth Centuries" (PDF). Diakses pada 1 Juni 2012.
Didahului oleh:
Sultan Muda
Sultan Aceh
15751576
Digantikan oleh:
Sultan Zainal Abidin

 


             SULTAN ISKANDAR MUDA



Lukisan foto Sultan Iskandar Muda

Sultan Iskandar Muda (Aceh, Banda Aceh, 1593 atau 1590[1]Banda Aceh, Aceh, 27 September 1636) merupakan sultan yang paling besar dalam masa Kesultanan Aceh, yang berkuasa dari tahun 1607 sampai 1636.[2] Aceh mencapai kejayaannya pada masa kepemimpinan Iskandar Muda, dimana daerah kekuasaannya yang semakin besar dan reputasi internasional sebagai pusat dari perdagangan dan pembelajaran tentang Islam.[1]

Keluarga dan masa kecil

Asal usul

Dari pihak leluhur ibu, Iskandar Muda adalah keturunan dari Raja Darul-Kamal, dan dari pihak leluhur ayah merupakan keturunan dari keluarga Raja Makota Alam. Darul-Kamal dan Makota Alam dikatakan dahulunya merupakan dua tempat pemukiman bertetangga (yang terpisah oleh sungai) dan yang gabungannya merupakan asal mula Aceh Darussalam. Iskandar Muda seorang diri mewakili kedua cabang itu, yang berhak sepenuhnya menuntut takhta.[2]
Ibunya, bernama Putri Raja Indra Bangsa, yang juga dinamai Paduka Syah Alam, adalah anak dari Sultan Alauddin Riayat Syah, Sultan Aceh ke-10; dimana sultan ini adalah putra dari Sultan Firman Syah, dan Sultan Firman Syah adalah anak atau cucu (menurut Djajadiningrat) Sultan Inayat Syah, Raja Darul-Kamal.[2]
Putri Raja Indra Bangsa menikah dengan upacara besar-besaran dengan Sultan Mansur Syah, putra dari Sultan Abdul-Jalil, dimana Abdul-Jalil adalah putra dari Sultan Alauddin Riayat Syah al-Kahhar, Sultan Aceh ke-3.[2]

                   Pernikahan

Sri Sultan Iskandar Muda kemudian menikah dengan seorang Putri dari Kesultanan Pahang. Putri ini dikenal dengan nama Putroe Phang. Konon, karena terlalu cintanya sang Sultan dengan istrinya, Sultan memerintahkan pembangunan Gunongan di tengah Medan Khayali (Taman Istana) sebagai tanda cintanya. Kabarnya, sang puteri selalu sedih karena memendam rindu yang amat sangat terhadap kampung halamannya yang berbukit-bukit. Oleh karena itu Sultan membangun Gunongan untuk mengubati rindu sang puteri. Hingga saat ini Gunongan masih dapat disaksikan dan dikunjungi.

             Masa kekuasaan

Masa kekuasaan Sultan Iskandar Muda yang dimulai pada tahun 1607 sampai 1636, merupakan masa paling gemilang bagi Kesultanan Aceh, walaupun di sisi lain kontrol ketat yang dilakukan oleh Iskandar Muda, menyebabkan banyak pemberontakan di kemudian hari setelah mangkatnya Sultan.
Aceh merupakan negeri yang amat kaya dan makmur pada masa kejayaannya. Menurut seorang penjelajah asal Perancis yang tiba pada masa kejayaan Aceh di zaman Sultan Iskandar Muda Meukuta Perkasa Alam, kekuasaan Aceh mencapai pesisir barat Minangkabau. Kekuasaan Aceh pula meliputi hingga Perak.
Ketika Iskandar Muda mulai berkuasa pada tahun 1607, ia segera melakukan ekspedisi angkatan laut yang menyebabkan ia mendapatkan kontrol yang efektif di daerah barat laut Indonesia.[1] Kendali kerajaan terlaksana dengan lancar di semua pelabuhan penting di pantai barat Sumatra dan di pantai timur, sampai ke Asahan di selatan. Pelayaran penaklukannya dilancarkan sampai jauh ke Penang, di pantai timur Semenanjung Melayu, dan pedagang asing dipaksa untuk tunduk kepadanya. Kerajaannya kaya raya, dan menjadi pusat ilmu pengetahuan.[3]

                 Kontrol di dalam negeri

Menurut tradisi Aceh, Iskandar Muda membagi wilayah Aceh ke dalam wilayah administrasi yang dinamakan ulèëbalang dan mukim; ini dipertegas oleh laporan seorang penjelajah Perancis bernama Beauliu, bahwa "Iskandar Muda membabat habis hampir semua bangsawan lama dan menciptakan bangsawan baru." Mukim1 pada awalnya adalah himpunan beberapa desa untuk mendukung sebuah masjid yang dipimpin oleh seorang Imam (Aceh: Imeum). Ulèëbalang (Melayu: Hulubalang) pada awalnya barangkali bawahan-utama Sultan, yang dianugerahi Sultan beberapa mukim, untuk dikelolanya sebagai pemilik feodal. Pola ini djumpai di Aceh Besar dan di negeri-negeri taklukan Aceh yang penting.[3]

Hubungan dengan bangsa asing

                  Inggris

Pada abad ke-16, Ratu Inggris, Elizabeth I, mengirimkan utusannya bernama Sir James Lancester kepada Kerajaan Aceh dan mengirim surat yang ditujukan: "Kepada Saudara Hamba, Raja Aceh Darussalam." serta seperangkat perhiasan yang tinggi nilainya. Sultan Aceh kala itu menerima maksud baik "saudarinya" di Inggris dan mengizinkan Inggris untuk berlabuh dan berdagang di wilayah kekuasaan Aceh. Bahkan Sultan juga mengirim hadiah-hadiah yang berharga termasuk sepasang gelang dari batu rubi dan surat yang ditulis di atas kertas yang halus dengan tinta emas. Sir James pun dianugerahi gelar "Orang Kaya Putih".[2]
Sultan Aceh pun membalas surat dari Ratu Elizabeth I. Berikut cuplikan isi surat Sultan Aceh, yang masih disimpan oleh pemerintah kerajaan Inggris, tertanggal tahun 1585:
I am the mighty ruler of the Regions below the wind, who holds sway over the land of Aceh and over the land of Sumatra and over all the lands tributary to Aceh, which stretch from the sunrise to the sunset.
(Hambalah sang penguasa perkasa Negeri-negeri di bawah angin, yang terhimpun di atas tanah Aceh dan atas tanah Sumatra dan atas seluruh wilayah wilayah yang tunduk kepada Aceh, yang terbentang dari ufuk matahari terbit hingga matahari terbenam).
Hubungan yang mesra antara Aceh dan Inggris dilanjutkan pada masa Raja James I dari Inggris dan Skotlandia. Raja James mengirim sebuah meriam sebagai hadiah untuk Sultan Aceh. Meriam tersebut hingga kini masih terawat dan dikenal dengan nama Meriam Raja James.

                     Belanda

Selain Kerajaan Inggris, Pangeran Maurits – pendiri dinasti Oranje– juga pernah mengirim surat dengan maksud meminta bantuan Kesultanan Aceh Darussalam. Sultan menyambut maksud baik mereka dengan mengirimkan rombongan utusannya ke Belanda. Rombongan tersebut dipimpin oleh Tuanku Abdul Hamid.
Rombongan inilah yang dikenal sebagai orang Indonesia pertama yang singgah di Belanda. Dalam kunjungannya Tuanku Abdul Hamid sakit dan akhirnya meninggal dunia. Ia dimakamkan secara besar-besaran di Belanda dengan dihadiri oleh para pembesar-pembesar Belanda. Namun karena orang Belanda belum pernah memakamkan orang Islam, maka beliau dimakamkan dengan cara agama Nasrani di pekarangan sebuah gereja. Kini di makam beliau terdapat sebuah prasasti yang diresmikan oleh Mendiang Yang Mulia Pangeran Bernhard suami mendiang Ratu Juliana dan Ayah Yang Mulia Ratu Beatrix.

                             Utsmaniyah Turki

Pada masa Iskandar Muda, Kerajaan Aceh mengirim utusannya untuk menghadap Sultan Utsmaniyah yang berkedudukan di Konstantinopel. Karena saat itu Sultan Utsmaniyah sedang gering maka utusan Kerajaan Aceh terluntang-lantung demikian lamanya sehingga mereka harus menjual sedikit demi sedikit hadiah persembahan untuk kelangsungan hidup mereka. Lalu pada akhirnya ketika mereka diterima oleh sang Sultan, persembahan mereka hanya tinggal Lada Sicupak atau Lada sekarung. Namun sang Sultan menyambut baik hadiah itu dan mengirimkan sebuah meriam dan beberapa orang yang cakap dalam ilmu perang untuk membantu kerajaan Aceh. Meriam tersebut pula masih ada hingga kini dikenal dengan nama Meriam Lada Sicupak. Pada masa selanjutnya Sultan Ottoman mengirimkan sebuah bintang jasa kepada Sultan Aceh.

                                Perancis

Kerajaan Aceh juga menerima kunjungan utusan Kerajaan Perancis. Utusan Raja Perancis tersebut semula bermaksud menghadiahkan sebuah cermin yang sangat berharga bagi Sultan Aceh. Namun dalam perjalanan cermin tersebut pecah. Akhirnya mereka mempersembahkan serpihan cermin tersebut sebagai hadiah bagi sang Sultan. Dalam bukunya, Denys Lombard mengatakan bahwa Sultan Iskandar Muda amat menggemari benda-benda berharga.[2]
Pada masa itu, Kerajaan Aceh merupakan satu-satunya kerajaan Melayu yang memiliki Balee Ceureumeen atau Aula Kaca di dalam Istananya. Menurut Utusan Perancis tersebut, Istana Kesultanan Aceh luasnya tak kurang dari dua kilometer. Istana tersebut bernama Istana Dalam Darud Donya (kini Meuligoe Aceh, kediaman Gubernur). Di dalamnya meliputi Medan Khayali dan Medan Khaerani yang mampu menampung 300 ekor pasukan gajah. Sultan Iskandar Muda juga memerintahkan untuk menggali sebuah kanal yang mengaliri air bersih dari sumber mata air di Mata Ie hingga ke aliran Sungai Krueng Aceh dimana kanal tersebut melintasi istananya, sungai ini hingga sekarang masih dapat dilihat, mengalir tenang di sekitar Meuligoe. Di sanalah sultan acap kali berenang sambil menjamu tetamu-tetamunya.


Masa kejayaan

 Kesultanan Aceh mengalami masa keemasan pada masa kepemimpinan Sultan Iskandar Muda (1607 - 1636). Pada masa kepemimpinannya, Aceh telah berhasil memukul mundur kekuatan Portugis dari selat Malaka. Kejadian ini dilukiskan dalam La Grand Encyclopedie bahwa pada tahun 1582, bangsa Aceh sudah meluaskan pengaruhnya atas pulau-pulau Sunda (Sumatera, Jawa dan Kalimantan) serta atas sebagian tanah Semenanjung Melayu. Selain itu Aceh juga melakukan hubungan diplomatik dengan semua bangsa yang melayari Lautan Hindia. Pada tahun 1586, kesultanan Aceh melakukan penyerangan terhadap Portugis di Melaka dengan armada yang terdiri dari 500 buah kapal perang dan 60.000 tentara laut. Serangan ini dalam upaya memperluas dominasi Aceh atas Selat Malaka dan semenanjung Melayu. Walaupun Aceh telah berhasil mengepung Malaka dari segala penjuru, namun penyerangan ini gagal dikarenakan adanya persekongkolan antara Portugis dengan kesultanan Pahang.
Dalam lapangan pembinaan kesusasteraan dan ilmu agama, Aceh telah melahirkan beberapa ulama ternama, yang karangan mereka menjadi rujukan utama dalam bidang masing-masing, seperti Hamzah Fansuri dalam bukunya Tabyan Fi Ma'rifati al-U Adyan, Syamsuddin al-Sumatrani dalam bukunya Mi'raj al-Muhakikin al-Iman, Nuruddin Al-Raniri dalam bukunya Sirat al-Mustaqim, dan Syekh Abdul Rauf Singkili dalam bukunya Mi'raj al-Tulabb Fi Fashil.

 

 

Kemunduran


Kemunduran Kesultanan Aceh bermula sejak kemangkatan Sultan Iskandar Tsani pada tahun 1641. Kemunduran Aceh disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya ialah makin menguatnya kekuasaan Belanda di pulau Sumatera dan Selat Malaka, ditandai dengan jatuhnya wilayah Minangkabau, Siak, Tapanuli dan Mandailing, Deli serta Bengkulu kedalam pangkuan penjajahan Belanda. Faktor penting lainnya ialah adanya perebutan kekuasaan di antara pewaris tahta kesultanan.
Traktat London yang ditandatangani pada 1824 telah memberi kekuasaan kepada Belanda untuk menguasai segala kawasan British/Inggris di Sumatra sementara Belanda akan menyerahkan segala kekuasaan perdagangan mereka di India dan juga berjanji tidak akan menandingi British/Inggris untuk menguasai Singapura.
Pada akhir November 1871, lahirlah apa yang disebut dengan Traktat Sumatera, dimana disebutkan dengan jelas "Inggris wajib berlepas diri dari segala unjuk perasaan terhadap perluasan kekuasaan Belanda di bagian manapun di Sumatera. Pembatasan-pembatasan Traktat London 1824 mengenai Aceh dibatalkan." Sejak itu, usaha-usaha untuk menyerbu Aceh makin santer disuarakan, baik dari negeri Belanda maupun Batavia. Setelah melakukan peperangan selama 40 tahun, Kesultanan Aceh akhirnya jatuh dan digabungkan sebagai bagian dari negara Hindia Timur Belanda. Pada tahun 1942, pemerintahan Hindia Timur Belanda jatuh di bawah kekuasan Jepang. Pada tahun 1945, Jepang dikalahkan Sekutu, sehingga tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan di ibukota Hindia Timur Belanda (Indonesia) segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, Aceh menyatakan bersedia bergabung ke dalam Republik indonesia atas ajakan dan bujukan dari Soekarno kepada pemimpin Aceh Sultan Muhammad Daud Beureueh saat itu[rujukan?].



Sultan Muhammad Daud Syah Johan Berdaulat, sultan Aceh pada tahun 1521.

                                      PERANG ACEH


Perang Aceh dimulai sejak Belanda menyatakan perang terhadap Aceh pada 26 Maret 1873 setelah melakukan beberapa ancaman diplomatik, namun tidak berhasil merebut wilayah yang besar. Perang kembali berkobar pada tahun 1883, namun lagi-lagi gagal, dan pada 1892 dan 1893, pihak Belanda menganggap bahwa mereka telah gagal merebut Aceh.
Pada tahun 1896 Dr. Christiaan Snouck Hurgronje, seorang ahli Islam dari Universitas Leiden yang telah berhasil mendapatkan kepercayaan dari banyak pemimpin Aceh, memberikan saran kepada Belanda agar merangkul para ulama, dan hormat kepada sultan. Saran ini ternyata berhasil. Pada tahun 1898, Gubernur Jendral Joannes Benedictus van Heutsz dinyatakan sebagai gubernur Aceh, mendapat pangkat Tuanku Tijan, dan bersama wakilnya, Hendrikus Colijn, yang mendepat pangkat Tuanku Niman untuk menata Aceh.
Pada tahun 1903 Sultan Muhammad Daud akhirnya menyerahkan diri kepada Belanda setelah dua istrinya, anak serta ibundanya terlebih dahulu ditangkap oleh Belanda. Kesultanan Aceh akhirnya berada dalam kegelapan pada tahun 1904. Saat itu, hampir seluruh Aceh telah direbut belanda.




                      SILSILAH RAJA DAN RATU KERAJAAN ACEH DARUSSALAM




# Nama Masa pemerintahan Keterangan
1 Sultan Ali Mughayat Syah 1496-1528 / 7 Agustus 1530[1] Pendiri kerajaan, putera dari Syamsu Syah
2 Sultan Salahuddin ibn Ali Malik az Zahir 1528 / 1530[1]-1537 / 1539[1] putra dari No. 1. Wafat tanggal 25 November 1548.[1]
3 Sultan Alauddin ibn Ali Malik az Zahir
Sultan Alauddin Riayat Syah al-Qahhar
1537-1568 / 28 September 1571[1] putra dari No. 1 dan adik dari No. 2.
4 Sultan Ali ibn Alauddin Malik az Zahir
Sultan Husain Ali Riayat Syah
1568 / 1571[1]-1575 / 8 Juni 1579[1] putra dari No. 3.
5 Sultan Muda 1575 / 1579[1] putra dari No. 4. Baru berumur beberapa bulan pada saat dijadikan sultan.
6 Sultan Sri Alam
Sultan Firman Syah ibn Alauddin
1575-1576 / berkuasa hanya pada 1579[1] putra dari No. 3. Juga merupakan Raja Pariaman
7 Sultan Zainal Abidin ibn Abdullah 1576-1577 / berkuasa hanya pada 1579[1] cucu dari No. 3. Putra Sultan Abdullah Raja Aru


# Nama Masa pemerintahan Keterangan
9 Sultan Ali ibn Munawar Syah
Sultan Buyung
1589 / 1586[1]-1596 / 28 Juni 1589[1] anak seorang raja Indrapura.[1] (Sultan Munawar Syah)

 

 

# Nama Masa pemerintahan Keterangan
10 Sultan Alauddin Riayat Syah Sayyid al-Mukammil 1596 / 1589[1]-1604 cucu dari saudara ayahnya No. 1. putra dari Firman Syah, keturunan Inayat Syah, raja Darul-Kamal.[1]
11 Sultan Ali Riayat Syah 1604-1607 putra dari No. 10.[1]

 

# Nama Masa pemerintahan Keterangan
12 Sultan Iskandar Muda Johan Pahlawan Meukuta Alam 1607-27 Desember 1636 cucu (melalui ibu) dari No. 10 dan cicit dari No. 3 melalui ayah.[1]

Sultan Aceh keturunan Pahang

Sultan Aceh yang berasal keturunan Pahang
# Nama Masa pemerintahan Keterangan
13 Sultan Iskandar Tsani Alauddin Mughayat Syah 1636-15 Februari 1641 putra Sultan Pahang, Ahmad Syah II. Menantu dari No. 12 dan suami dari No. 14.

Sultanah Aceh

Sultanah Aceh
# Nama Masa pemerintahan Keterangan
14 Sri Ratu Safiatuddin Tajul Alam 1641-1675 Putri dari No. 12 dan istri dari No. 13
15 Sri Ratu Naqiatuddin Nurul Alam 1675-1678
16 Sri Ratu Zaqiatuddin Inayat Syah 1678-1688
17 Sri Ratu Zainatuddin Kamalat Syah 1688-1699 Saudari angkat dari No. 16, istri dari No. 18,
serta ibu dari No. 19 dan No. 20

Sultan-sultan Aceh Dinasti Syarif

Sultan Aceh dari Dinasti Syarif (Maulana)
# Nama Masa pemerintahan Keterangan
18 Sultan Badrul Alam Syarif Hasyim Jamaluddin 1699-1702 Suami dari No. 17, serta ayah dari No. 19 dan No. 20
19 Sultan Perkasa Alam Syarif Lamtui 1702-1703
20 Sultan Jamalul Alam Badrul Munir 1703-1726
21 Sultan Jauharul Alam Aminuddin 1726
22 Sultan Syamsul Alam 1726-1727

Sultan Aceh keturunan Bugis

Keturunan sultan-sultan terakhir Aceh yang masih memiliki garis keturunan Bugis.[2]
Sultan Aceh keturunan Bugis
# Nama Masa pemerintahan Keterangan
23 Sultan Alauddin Ahmad Syah 1727-1735
24 Sultan Alauddin Johan Syah 1735-1760 putra dari No. 23
25 Sultan Mahmud Syah 1760-1764 putra dari No. 24, ditumbangkan oleh
26 Sultan Badruddin Johan Syah 1764-1765 dipulihkan dan dikembalikan kepada
25 Sultan Mahmud Syah 1765-1773
27 Sultan Sulaiman Syah 1773 dipulihkan dan dikembalikan lagi kepada
25 Sultan Mahmud Syah 1773-1781
28 Alauddin Muhammad Syah 1781-1795 putra dari No. 25
29 Sultan Alauddin Jauhar al-Alam 1795-1823 putra dari No. 28. Wali dari No. 27 sampai tahun 1802. Digugat oleh
30 Sultan Syarif Saif al-Alam 1815-1820
29 Sultan Alauddin Jauhar al-Alam 1795-1823 Dikembalikan posisinya dengan bantuan Raffles, Inggris.[3]
31 Sultan Muhammad Syah 1823-1838 putra dari No. 29.
32 Sultan Sulaiman Syah 1838-1857 putra dari No. 31. Wali dari No. 33 sampai 1850, digugat oleh No. 33 pada 1870
33 Sultan Mansur Syah 1857-1870 putra dari No. 29.
34 Sultan Mahmud Syah 1870-1874 putra dari No. 32.
35 Sultan Muhammad Daud Syah 1874-1903 cucu dari No. 33. Wali dari Tuanku Hasyim sampai 1884. Ditangkap oleh Belanda dan turun takhta pada 1903.

 

Tradisi kesultanan

Gelar

Lain-lain

  • Dalam
  • Istana Darud Donya
  • Cap Sikureueng (cap sembilan)
  • Meuligoe
  • Gajah Putih
  • Pasukan Gajah


Bacaan lanjutan

  1. LOMBARD, Denys. Kerajaan Aceh: Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Jakarta: Kepustakan Populer Gramedia, 2006. ISBN 979-9100-49-6 ulasan di ruangbaca.com ulasan di pdat.co.id
  2. REID, Anthony. Asal Usul Konflik Aceh: Dari Perebutan Pantai Timur Sumatra hingga Akhir Kerajaan Aceh Abad ke-19. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005. ISBN 979-461-534-X
  3. REID, Anthony. An Indonesian Frontier: Acehnese & Other Histories of Sumatra. Singapore: Singapore University Press, 2005. ulasan oleh Taufik Abdullah di Kompas

# Nama Masa pemerintahan Keterangan
14 Sri Ratu Safiatuddin Tajul Alam 1641-1675 Putri dari No. 12 dan istri dari No. 13
15 Sri Ratu Naqiatuddin Nurul Alam 1675-1678
16 Sri Ratu Zaqiatuddin Inayat Syah 1678-1688
17 Sri Ratu Zainatuddin Kamalat Syah 1688-1699 Saudari angkat dari No. 16, istri dari No. 18,
serta ibu dari No. 19 dan No. 20


           

 

              RATU SAFIATUDDIN


Sultanah Safiatuddin
Sultanah Aceh
Masa jabatan
1641 – 1675
Didahului oleh Sultan Iskandar Tsani
Digantikan oleh Sultana Naqiatuddin
Informasi pribadi
Lahir 1612
Meninggal 1675
Suami/istri Sultan Iskandar Tsani
Agama Islam
Sultanah Safiatuddin bergelar Paduka Sri Sultanah Ratu Safiatuddin Tajul-’Alam Syah Johan Berdaulat Zillu’llahi fi’l-’Alam binti al-Marhum Sri Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam Syah. Anak tertua dari Sultan Iskandar Muda dan dilahirkan pada tahun 1612[1] dengan nama Putri Sri Alam. Safiatud-din Tajul-’Alam memiliki arti “kemurnian iman, mahkota dunia.” Ia memerintah antara tahun 1641-1675. Diceritakan bahwa ia gemar mengarang sajak dan cerita serta membantu berdirinya perpustakaan di negerinya.[2] Safiatuddin meninggal pada tanggal 23 Oktober 1675.[1]

                           Riwayat

Sebelum menjadi sultanah

Sebelum ia menjadi sultana, Aceh dipimpin oleh suaminya, yaitu Sultan Iskandar Tsani (1637-1641). Setelah Iskandar Tsani wafat amatlah sulit untuk mencari pengganti laki-laki yang masih berhubungan keluarga dekat. Terjadi kericuhan dalam mencari penggantinya. Kaum Ulama dan Wujudiah tidak menyetujui jika perempuan menjadi raja dengan alasan-alasan tertentu. Kemudian seorang Ulama Besar, Nurudin Ar Raniri, menengahi kericuhan itu dengan menolak argumen-argumen kaum Ulama, sehingga Sultana Safiatuddin diangkat menjadi sultana.[2]

Masa pemerintahan

Sultanah Safiatuddin memerintah selama 35 tahun, dan membentuk barisan perempuan pengawal istana yang turut berperang dalam Perang Malaka tahun 1639. Ia juga meneruskan tradisi pemberian tanah kepada pahlawan-pahlawan perang sebagai hadiah dari kerajaan.

Hubungan luar negeri

Sejarah pemerintahan Sultana Safiatuddin dapat dibaca dari catatan para musafir Portugis, Perancis, Inggris dan Belanda. Ia menjalankan pemerintahan dengan bijak, cakap dan cerdas. Pada pemerintahannya hukum, adat dan sastra berkembang baik.[2] Ia memerintah pada masa-masa yang paling sulit karena Malaka diperebutkan antara VOC dengan Portugis. Ia dihormati oleh rakyatnya dan disegani Belanda, Portugis, Inggris, India dan Arab.[1]

Penasehat negara

Pada masa pemerintahannya yang terdapat dua orang ulama penasehat negara (mufti) yaitu, Nuruddin ar-Raniri dan Abdurrauf Singkil yang bergelar Teungku Syiah Kuala. Atas permintaan Ratu, Nuruddin menulis buku berjudul Hidayatul Imam yang ditujukan bagi kepentingan rakyat umum, dan atas permintaan Ratu pula, Abdurrauf Singkil menulis buku berjudul Mir'at al-Thullab fî Tasyil Mawa'iz al-Badî'rifat al-Ahkâm al-Syar'iyyah li Malik al-Wahhab, untuk menjadi pedoman bagi para qadhi dalam menjalankan tugasnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa ratu Safiatuddin bukan saja mengutamakan kesejahteraan negerinya tetapi juga berusaha menjalankan pemerintahannya sesuai dengan hukum Islam. [3]

                                  Referensi

Sumber

Didahului oleh:
Sultan Iskandar Tsani
Sultan Aceh
16411675
Digantikan oleh:
Sultana Naqiatuddin




                 RATU NAQIATUDDIN



Sultanah Naqiatuddin
Sultanah Aceh
Masa jabatan
1675 – 1678
Didahului oleh Sultanah Safiatuddin
Digantikan oleh Sultanah Zaqiatuddin
Informasi pribadi
Agama Islam
Sultanah Naqiatuddin Nurul Alam adalah puteri Malik Radiat Syah. Ia memerintah setelah wafatnya Sultanah Safiatuddin, pada tahun 1675. Masa pemerintahannya hanya berlangsung selama 3 tahun sampai tahun 1678.[1]
Hal penting dan fundamental yang dilakukan oleh Naqiatuddin pada masa pemerintahannya adalah melakukan perubahan terhadap Undang Undang Dasar Kerajaan Aceh dan Adat Meukuta Alam.[1]
Aceh dibentuk menjadi tiga federasi yang disebut Tiga Sagi (lhee sagoe). Pemimpin Sagi disebut Panglima Sagi. Maksud dari pemerintahan macam ini agar birokrasi tersentralisasi dengan menyerahkan urusan pemerintahan dalam nagari-nagari yang terbagi Tiga Sagi itu. Untuk situasi sekarang, sistem pemerintahan Kerajaan Aceh dulu sama dengan otonomi daerah.[1]
Ia menghadapi tantangan yang lebih berat dari sultanah sebelumnya. Ia harus menghadapi ancaman dari kolonial Kristen (Belanda, Inggris dan Portugis), sementara konflik intern juga terjadi ketika komunitas Wujudiyah menyebarkan ajarannya. Selain itu, terdapat pula kelompok yang menentang pemerintahannya. Perlawanan terhadap pemerintahannya dilakukan melalui sabotase serta pembakaran Kota Aceh.[2]

Referensi

Didahului oleh:
Sultanah Safiatuddin
Sultanah Aceh
16751678
Digantikan oleh:
Sultanah Zaqiatuddin

sumber:wikipedia.org


        ---------------------0000000000000000---------------------------

 

 

   Dunia Islam Abad Perterngahan (Sejarah Imperium Usmani, Shafawi dan Mughal)



Pendahuluan
Sejak runtuhnya kerajaan Umayyah di Damaskus dan Abasyiah di Bagdad, perkembangan umat Islam semakin lama semakin mengalami kemunduran dalam berbagai aspek. Gerakan pemikiran intelektual dan terjemahan tidak berkembang seperti pada masa kedua bani tersebut. Perbedaan paham antara Sunni dan Syi'ah telah melahirkan orientasi yang saling bertentangan. Bahkan, yang mengerikan lagi adalah tumbuh-suburnya sebagian aliran mistik/sufisme di kalangan umat Islam. Mereka menganggap bahwa kehidupan dunia tidaklah mungkin mampu memberikan kepuasan dan keselamatan hidup bagi manusia, sementara kehidupan akhirat dalam pandangan mereka adalah tujuan murni yang tidak dapat di campuri oleh urusan-urusan dunia (profan). Kemunduran dan keterbelakangan umat Islam berakibat pada kejumudan yang hampir fatal, atau bahkan mendekati sekularisme -dalam istilah barat- yakni memisahkan antara urusan dunia di satu pihak dan urusan akhirat dipihak lain, atau antara urusan negara dan agama berjalan sendiri-sendiri.

Kemunduran peradaban umat Islam semakin dirasakan, ketika barat (Eropa), terutama di Prancis, sebagai negara terkemuka waktu itu telah mulai bangkit dengan kemajuan di bidang ilmu pengetahuannya. Selanjutnya, sikap umat Islam semakin tertinggal dalam mengahadapi kemajuan yang sangat pesat. Terlebih lagi, bangsa Eropa mulai melancarkan ekspansi ke daerah-daerah kekuasaan Islam. Namun kemajuan mereka, ada untungnya dan ruginya bagi umat Islam.

Memasuki periode pertengahan ini ditandai dengan tamplinya tiga kerajaan. Tiga kerajaan yang dimaksud adalah kerajaan Usmani (Ottoman Empere) di Turki, kerajaan Shafawi di Persia/Iran dan kerajaan Mughal di India. Oleh para penulis sejarah, ketiga kerajaan tersebut memiliki kejayaan masing-masing terutama dalam bidang arsitek dan bentuk literatur (Nasution, 1991: 14).
Imperium Usmaniyah
Menurut Lapidus (1999: 475) nama dinasti Usmani berasal dari nama Usman putra Ertugrul. Ertugrul telah mendatangkan sekitar 400 pengikutnya untuk mengabdi kepada rezim Saljuk. Lantaran pertempuran untuk merebutkan kekuasaan atas wilayah padang rumput, putranya, Usman, memperluas wilayah sampai kepada lahan-lahan perkebunan, dan cucunya merebut kekuasaan atas sebuah kota terpenting, yakni Basrah pada tahun 1326 dan melintasi beberapa jalan menuju Gallipoli (1345). Setelah memantapkan kedudukannya di Eropa, rezim Usman mendatangkan tentara Turki dalam jumlah yang sangat besar ke negeri Balkan, dan menduduki Yunani Utara, Macedonia, dan Bulgaria. Kekuasaan dinasti Usmani terhadap wilayah bagian barat Balkan telah dikuasai secara sempurna sejak kemenangannya pada perang Kosova tahun 1389. Di atas landasan imperium Eropa mereka, dinasti Usmani segera melancarkan upaya pencaplokan beberapa wilayah Turki yang menjadi saingannya di Anatolia Barat dan mempersiapkan bagi penyerbuhan ke Constatinopel.
Ungkapan yang hampir serupa juga dilontarkan Syalabi, bahwa setelah Ertugrul meninggal, kepemimpinan selanjutnya diteruskan putranya yang bernama Usman. Usman memerintah antara tahun 1290 M dan 1326 M. sebagaimana ayahnya, ia banyak berjasa kepada Sultan Alauddin II dengan keberhasilannya menduduki benteng-benteng Bizantium yang berdekatan dengan kota Broessa.

Setelah Usman I mengumumkan dirinya sebagai Padisyah al-Usman (raja besar keluarga Usman) tahun 699 H (1300 M) setapak demi setapak wilayah kerajaan dapat diperluasnya. Ia menyerang daerah perbatasan Bizantium dan menaklukan kota Broessa tahun 1317 M, kemudian pada tahun 1326 M dijadikan sebagai ibu kota kerajaan. Pada masa pemerintahan Orkhan (1326-1359 M) kerajaan Turki Usmani ini dapat menaklukkan Azmir (Smima) tahun 1327 M, Thawasyanli (1330 M), Uskandar (1338 M), Ankara (1354 M), dan Gallipoli (1356 M). Daerah ini adalah bagian benua Eropa yang pertama kali diduduki kerajaan Usmani (Syalabi, 1988: 2).

Ekspansi Usmani sampai ke arah utara dan barat atas wilayah Eropa Utara dan tengah serta wilayat laut tengah. Pada abad 16 adalah periode ekspansi yang paling agresif, abad 17 merupakan periode pertahanan, dan abad 18 merupakan periode awal bagi kegagalan yang serius bagi upaya ekspnsi imperium Usmani (Lapidus, 1999: 479).

Di Eropa bagian utara bangsa Rusia dan imperium Usmani bersaing merebut kekuasaan atas daerah-daerah di Laut Hitam dan daerah-daerah antara Laut Hitam dan Laut Caspia. Pada akhir abad 15 Usmani menetapkan kekuasaannya terhadap Rumania dan Tartar Crimean, tetapi pihak Rusia menguasai Kazan (1552) dan Astrakan (1556) sehingga merebut kekuasaan atas daerah rendah Volga. Sebagai balasannya, pihak Usmani memutuskan mengambil sebuah trategi dengan membangun sebuah terusan antara sungai Don dan sungai Volga yang memungkinkan mereka memindahkan armada dari Laut Hitam ke Laut Caspia, menghadang ekspansi Rusia ke Caucaus dan tetap membuka jalur perdagangan dan perziarahan (haji) dari Asia Tengah. Sekalipun demikian, sebuah ekspedisi tahun 1569-1570 dapat dikalahkan dan pihak Usmani dipaksa menunda ambisi mereka. Kekalahan Usmani berarti bahwa bangsa Rusia secara perlahan mampu meningkatkan penindasan mereka terhadap Crimea dan Caurcasus.

Pada akhir abad 17 Usmani telah menciptakan sebuah imperium berskala dunia yang terbentang dari wilayah barat Laut Tengah sampai ke Iran dan Ukraina sampai ke Yaman. Dinamisme yang mendorong ekspansi pemerintahan Usmani yang berskala dunia ini berasal dari karakteristik bangsa Turki dan masyarakat Usmani. Tulung punggung penaklukan Usmani adalah para petualangan dari kalangan pasukan ghazi, yang disatukan di bawah kepemimpinan kepala-kepala militer yang populer atau di bawah kepemimpinan tokoh-tokoh yang dimuliakan.

Dalam pemerintahan Usmani terdapat sebuah istana pejabat yang sangat luas. Istana Istambul dibagi menjadi bagian luar dan dalam. Bagian dalam ini merupakan jantung imperium. Bagian dalam ini terdiri tempat tinggal sultan dan haremnya, kamar-kamar pribadi dan kekayaan penguasa, dan sekolahan untuk melatih pesuruh dan budak untuk dipekerjakan di bagian dalam. Bagian luar digunakan untuk kantor admistrasi kemilitiran dan sipil, kantor bagi kalangan ulama istana, staf dapur, pengrajin , dan tukang kebun yang menjaga keindahan halaman istana dan juga melakukan tugas-tugas kemiliteran.

Kalau kita rujuk ke belakang, sebenarnya ada kesamaan konsep antara kerajaan Usmani dengan preseden-preseden Timur Tengah peninggalan Mamluk, Saljuk dan Turki. Bahkan rezim Usmani adalah sangat inovatif dan khas lantaran upaya pembaruan terhadap organisasi mileter budak dan penekanan terhadap jihad. Tentara-tentara Turki, sejarawan dan seniman kalangan istana semuanya berjuang sebagai sebuah visi kerajaan tentang ekspansi Islam; Sultan diagungkan sebagai seorang gubernur militer, sebagai seorang khalifah Muslim, dan sebagai kaisar yang menaklukkan.
***

Kemajuan dan perkembangan ekspansi kerajaan Usmani yang demikian luas dan berlangsung dengan cepat itu diikuti pula oleh kemajuan-kemajuan dalam bidang-bidang kehidupan yang lain.

Kemajuan dalam bidang militer, telah mengantarkan imperium Usmani pada kejayaan yang gemilang. Para pemimpin kerajaan Usmani pada masa-masa pertama, adalah orang-orang yang kuat, sehingga kerajaan dapat melakukan ekspansi dengan cepat dan luas. Meskipun demikian, kemajuan Kerajaan Usmani sampai pada masa keemasaanya itu, bukan semata-mata karena keunggulan politik para pemimpinnya. Masih banyak faktor lain yang mendukung keberhasilan ekspansi itu. Di antaranya yang terpenting adalah keberanian, ketrampilan, ketangguhan dan kekuatan mileternya yang sanggup bertempur kapan dan di mana saja (Syalabi, 1988: 35).

Kebanggaan kekuatan militer telah diorganisasikan sedemikian rupa. Mulai dari personil pimpinan sampai anggota terjadi sebuah bentuk perombakan yang terstruktur. Pembaruan selanjutnya, tidak hanya terjadi di dalam saja, melainkan merekkrut dari luar (non Turki) dimasukkan ke jajaran militer sebagai anggota. Demikian juga, memasukkan non muslim yang kemudian dibina dalam lingkungan Islam untuk dididik sebagai prajurit. Keberasilan program ini dalam sejarah Usmani disebut pasukan Jenissari atau Inkisyariah (Mahmudunnasir, 1981: 282).

Syalabi juga mencatat, bahwa selain Jenissari, ada lagi prajurit dari tentara kaum feodal yang dikirim kepada pemerintah pusat, yakni militer Thaujiah (Syalabi, 1988: 41). Sementara Stoddard menambahkan bahwa angkatan laut pun dibenahi, karena ia mempunyai peranan yang sangat strategis dalam melakukan ekspansi Turki Usmani. Hal ini terbukti bahwa pada abad 16 angkatan laut Turki Usmani mencapai kejayaannya. Kekuatan militer Turki Usmani yang tangguh itu dengan cepat dapat menguasai wilayah yang amat luas, baik di Asia, Afrika, maupun Eropa. Masih menurut penilaian Stoddard, bahwa faktor utama yang mendorong kemajuan di lapangan kemiliteran ini adalah tabi'at bangsa Turki itu sendiri yang bersifat militer, berdisiplin dan patuh terhadap peraturan (Stoddard, 145).

Kemajuan selanjutnya adalah ilmu pengetauan dan kebudayaan. Meski sebagai bangsa yang berdarah militer, kebudayaan kerajaan Usmani lebih dipengaruhi oleh kebudayaan-kebudayan negeri sekitar, di antaranya adalah kebudayaan Persia, Bizantium dan Arab. Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan tidak secanggih dibanding dengan bidang militer.

Dalam ungkapan yang lain, Philip K. Hitti (1970:715) mencatat bahwa ada beberapa pengembangan seni arsitektur Islam berupa bangunan-bangunan masjid yang indah, seperti bangunan Masjid al-Mahmudi atau Masjid Jami' Sultan Muhammad al-Fatih, Masjid Agung Sulaiman dan Masjid Abi Ayyub al-Anshari. Masjid- masjid tersebut dihiasi pula dengan kaligrafi yang indah. Salah satu masjid yang terkenal dengan keindahan kaligrafi itu, dijadikan penutup gambar-gamabar Kristiani yang ada sebelumnya.

Lebih lanjut, Philip menambahkan bahwa pada masa Sulaiman di kota-kota besar dan kota-kota lainnya banyak bangunan masjid, sekolah, rumah sakit, gedung, makam, jembatan, saluran air, villa, dan pemandian umum. Disebutkan bahwa 235 buah dari bangunan itu dibangun di bawah koordinator Sinan, seorang arsitek asal Anatolia.

Dalam bidang keagamaan, bagi kehidupan kerajaan Usmani, agama lebih memiliki peranan yang potensial dalam lapangan sosial dan politik. Philip K. Hitti (1970:714) menjelaskan bahwa masyarakat digolong-golongkan berdasarkan agama, dan kerajaan sendiri sangat terikat dengan syari'at sehingga fatwa ulama menjadi hukum yang berlaku. Karena itu, ulama mempunyai tempat tersendiri dan berperan besar dalam kerajaan dan masyarakat. Mufti, sebagai pejabat urusan agama tertinggi, berwenang memberi fatwa resmi terhadap problema keagamaan yang dihadapi masyarakat. Tanpa legitimasi Mufti, keputusan hukum kerajaan bisa tidak berjalan.

Pada masa kerajaan Usmani juga tumbuh tarekat, dan tarekat yang paling berkembang adalah tarekat Bektasyi dan tarekat Maulawi. Kedua tarekat ini banyak dianut oleh kalangan sipil dan militer. Tarekat Bektasyi mempunyai pengaruh yang amat dominan di kalangan tentara Jenissari, sehingga mereka sering disebut Tentara Bektasyi, sementara tarekat Maulawi mendapat dukungan dari para penguasa dalam mengimbangi Jenissaari Bektasyi.

Pada sisi yang lain, perkembangan ilmu-ilmu agama tidak banyak mengalami kemajuan yang cukup berarti. Justru di sana berkecenderungan menekankan satu mazhab, yakni mazhab al-Asy'ariyah. Terlebih pada masa Sultan Abd al-Hamid II. Akibatnya, ijtihad tidak dapat berkembang di kerajaan Usmani.

Oleh karena itu, kemajuan masa Usmani lebih terfokus pada hal-hal yang bersifat fisik. Dan tidak kalah pentingnya, sebuah ekspansi yang dilakukan kerajaan Usmani telah menembus ke Eropa Timur, yang sebelumnya pernah tersentuh oleh penguasa sebelumnya.
Imperium Shafawiyah
Berbeda dengan imperium Usmani, imperium Shafawiyah berkembang sangat cepat, sehingga kadang terjadi sebuah bentrokan kecil dengan imperium Usmani. Dalam imperium ini, secara tegas melegalkan faham Syi'ah sebagai faham keagamaan dan sekaligus mazhab negara.

Nama imperium Shafawiyah di ambil dari gerakan tarekat yang berdiri di Ardabil, sebuah kota di Azerbaijan. Tarekat tersebut diberi nama Shafawiyah, yang lahirnya hampir bersamaan dengan imperium Usmani. Nama Shafawiyah di ambil dari nama pendirinya, yaitu Safi al-Din (1252-1334M), dan nama tarekat itu, akhirnya dipertahankan terus sampai kemudian menjadi gerakan politik. Mulai dari gerakan kultural semacam tarekat, selanjutnya berhasil menjadi imperium, gerakan politik, yang dinamakan Shafawiyah.

Safi al-Din adalah seorang sufi besar yang berasal dari keturunan imam syi'ah yang keenam, Musa al-Kazhim. Ia berguru pada Syekh Taj al-Din Ibrahim Zahidi, sebagai tokoh tarekat yang sering dikenal dengan sebutan Zahid al-Gilani. Safi al-Din di mata gurunya adalah murid yang sangat cerdik, berprestasi dalam dunia tasawuf, sampai di ambil menantu oleh gurunya tersebut.

Sewaktu ia menggantikan peran guru/mertuanya, Ia memegangi ajaran-ajaran yang diperoleh selama berguru beberapa tahun lamanya. Gerakan tasawuf pada mulanya adalah media yang bergerak untuk memerangi orang-orang yang ingkar dan sekaligus orang mempratekkan bid'ah. Melalui gerakan semacan ini, akhirnya Safi al-Din mendapat sambutan yang antusias dari berbagai wilayah sekitar, misalnya dari Persia, Syiria, dan Anatolia. Semakin lama, gerakan yang dipimpinnya semakin besar dan memiliki murid yang banyak, sehingga al-Din memanfaatkan/memilih dari sebagian muridnya untuk dijadikan sebagai wakil atau dikenal dengan sebutan ‘khalifah' (Yatim, 1996:138).

Doktrin keagamaan Syi'ah yang begitu fanatik pada gilirannya mempengaruhi sistem kemiliteran. Dengan sistem tersebut, sebagian besar murid Safi al-Din menjalankan tugas-tugas kepemimpinan dengan penuh disiplin dan teratur. Namun, barangkali yang menjadi kelemahan bagi mereka adalah sikap kerasnya terhadap mazhab lain (selain paham Syi'ah), dengan tanpa membuka sedikit pun toleransi, maka kelompok lain memilih untuk tidak banyak apresiatif atau lebih menjaga jarak dengan kepemimpinannya.

Kerajaan Shafawi baru mempunyai kecenderungan memasuki dunia politik, ketika masa kepemimpinan Juneid (1447-1460). Meski Ia banyak mendapat tantangan bahkan sempat diasingkan karena konflik dengan penguasa Kara Koyunlu (domba hitam), seorang suku Turki yang berkuasa watu itu. Semasa di tempat pengasingan (di istana Uzun Hasan), Juneid menghimpun kekuatan untuk berasiliansi secara politik dengan Uzun Hasan. Namun seperti dikatakan oleh Brockelman (1974: 494) bahwa upaya-upaya yang dilakukan Juneid tidak mengalami keberhasilan, bahkan justru banyak menemui jalan buntu dan mengalami kegagalannya, sampai ia mati terbunuh dalam pertempuran melawan tentara Sirwan, ketika ingin merebut Sircassia pada tahun 1459 M.

Kerajaan Shafawiyah bangkit kembali sewaktu dibawah pimpinan Ismail (1501 M), dengan pasukan Qizilbas (baret merah) mengalahkan AK Koyunlu di Sharur, dekat Nakhchivan. Atas kemengangannya Ismail memproklamirkan diri sebagai raja pertama dinasti shawafi. Ia disebut juga Ismail I.

Ismail berkuasa tidak kurang dari 23 tahun, yakni antara tahun 1501 dan 1524 M. pada sepuluh tahun pertama ia dapat berhasil memperluah wilayah kekuasaannya. Ia menghancurkan sisa-sisa kekuatan AK Koyunlu di Hamadan (1503 M), menguasai propinsi Kaspia di Nazandaran, Gurgan, dan Yazd (1504 M), Diyar Bakr (1505-1507 M) Bagdad dan daerah barat daya Persia, (1508 M), Sirwan (1509 M), dan Khurasan (1510 M). Hanya dalam waktu sepuluh tahun itu wilayah kekuasaannya hanya sudah meliputi seluruh Persia dan bagian timur Bulan Sabit Subur (Fertile Crescent) (Yatim, 1998: 141).
***
Selain kemajuan dalam bidang politik, kerajaan shafawiyah juga mengalami kemajuan dalam bidang ekonomi, ilmu pengetahuan dan bidang pembangunan fisik dan seni. Dalam bidang ekonomi, imperium Shafawiyah menguasai pelabuhan Gumrun diubah menjadi Bandar Abbas. Dengan dikuasainya bandar tersebut, maka salah satu jalur perdagangan ada pada kerajaan shafawi. Di samping itu, hasil pertanian juga mendukung kekuatan imperium Shafawiyah, terutama di daerah Bulan Sabit Subur (Yatim, 1996: 144).

Kemajuan lain juga terdapat pada ilmu pengetahuan, yang dibuktikan dengan adanya beberapa ilmuan yang ternama., seperti Baha al-Din al-Syaerazi, generalis ilmuan, Sadr al Din Syirazi, Filosof, dan Muhammad Baqir ibn Muhammad Damad, filosof, ahli sejarah, teolog, dan seorang yang pernah mengadakan observasi mengenai kehidupan lebah-lebah.

Kemajuan selanjutnya, dalam bidang pembangunan fisik telah mengantarkan imperium Shafawiyah menjadi kota yang sangat indah. Bangunan yang berdiri sangat mengah, baik itu bangunan peribadatan seperti masjid, pelayanan kesehatan; rumah sakit, lembaga pendidikan berupa sekolah-sekolah, sarana umum; jembatan raksasa di atas Zende Rud, dan istana Chitil Sutun. Di kota Isfahan terdapat sebuah taman wisata yang menarik. Bahkan lebih jauh lagi menurut catatan Marshal Hodgson (1981, Vol III: 40), ketika Abbas I wafat, di Isfahan terdapat 162 masjid, 48 akademi, 1802 penginapan, dan 273 pemandian umum.

Masih dalam catatan Hodgson, bahwa kemajuan dalam bidang seni dan budaya, juga telah nampak pada gaya dan model arsitektur bangunan-bangunannya, khususnya terlihat pada bangunan masjid Shah yang dibangun pada tahun 1611 M dan masjid Syekh Luth Allah yang dibangun pada tahun 1603 M. Terlihat juga hasil karya seni misalnya dalam bentuk kerajinan tangan, berupa keramik, karpet, permadani, pakaian dan tenunan, mode, tembikar dan bentuk seni lainnya. Masih dalam bidang seni, nampaknya seni lukis juga dihidupkan di sana, sampai raja Ismail I pada tahun 1522 M membawa Bizhad, seorang pelukis ternama ke suatu kota Tibriz (Mahmudunnasir, 1988: 163).

Puncak dari kemajuan di atas, akhirnya mengalami penurunan yang cukup drastis. Sehingga pamor yang sebelumnya sangat disegani oleh lawan-lawanya, selanjutnya sedikit demi sedikit mengalami kehilangan legetimasi. Namun demikian, kerajaan tersebut telah memberikan kontribusi terhadap sejarah peradaban umat Islam.
Imperium Mughal
Kerajaan Mughal berpusat di Delhi-India, sebuah kota yang berkawasan di Asia Tengah. Islam diperkenalkan di anak benua India dalam sebuah bentuk peradaban yang telah berkembang yang diwarnai dengan budaya pertanian (agrikultural), urbanisasi, dan keagamaan yang terorganisir secara mapan (Lapidus, 1999:671).

Sebelum dibawah imperium Mughal, India pernah mengalami rezim yang sangat berpengaruh di kawasan Asia. Seperti pada masa pemerintahan ‘Ala al-Din Khalji (1296-1316), kekuasaannya sampai Gujarat, Rajasthan, Deccan, dan sebagian wilayah India selatan. Rezim Khalji berusaha memperkuat administrasi negara agraria. Setelah runtuh, rezim ini digantikan oleh Muhammad Tughluq (1320-1413). Tughluq berusaha menyeimbangkan pengaruh politik dari beberapa besar Muslim dengan memperkuat dukungan dari kalangan imigran tentara Turki. Ia termasuk orang pertama yang mengangkat warga non-Muslim dalam tugas kemiliteran dan tugas-tugas administratif pemerintahan, terlibat di dalam perayaan lokal, dan mengizinkan pembangunan kuil-kuil Hindu. Dalam paham keagamaan, Tughluq pro Sunni, yang terkadang menerapkan kebijakan dinastinya dengan pertimbangan Sunni.

Tughluq mengalami disintegrasi akibat kebijakannya yang terlalu longgar mengangkat sebagian dari non Muslim. Pada awal abad 16, pergolakan atas Kesultanan Hindu mengantarkan pada Babur, seorang tentara penjelajah dan penguasa lokal Farghana. Setelah mengukuhkan diri sebagai penguasa Delhi, tak lama kemudian digantikan purtanya yang bernama Humayun. Dan di sinilah mulai pelimpahan kekuasaan berturut-turut yang pada akhirnya sampai pemerintahan Akbar, sebagai pendiri sejati imperium Mughal (Ibid, hal. 676).
Sebagai kelanjutan kesultanan Delhi, Imperium Mughal dibawah pimpinan Akbar berusaha membentuk sebuah kultur Islam yang didasarkan pada sebuah sintesa antara warisan bangsa Persia dan bangsa India, dan puncak dari pergumulan antara identitas Persi-Indian dan Identitas Islam bagi negara dan masyarakat (Lapidus, 1999: 694).

Pemerintahan Mughal dijalankan oleh sebuah elit militer dan politik yang pada umumnya terdiri dari pembesar-pembesar Aghan, Iran, Turki, dan Muslim asli India. Dalam pemerintahan Mughal terdapat 20% warga Hindu, yang mereka juga menjabat diberbagai area jabatan pemerintahan.

Selanjutnya, para elit penguasa membentuk sistem mansabdar. Yakni sebuah sistem ganda yang memiliki dua kedudukan. Kedudukan sebagai zat yang menyatakan posisinya dalam sistem hirarki dan sebagai sawar yang menyatakan jumlah tentara yang harus dikerahkannya ke medan peperangan. Mereka digaji secara tunai atau dikasih sebidang tanah yang dinamakan jagir.

Dalam kepemimpinan Akbar, sistem perpajakan diberlakukan secara merata, meliputi propinsi Multan, Lahore, Delhi, Agra, Oudh, dan Allahabad, berlangsung selama abad 17. Perpajakan dikelola dengan sistem zabt. Sejumlah pembayaran dibebankan pada setiap unit tanah dan harus dibayar secara tunai. Hasil perpajakan diserahkan kepada jagirdar, dengan dibantu oleh elit lokal yang mewakili pemerintahan pusat.

Sebuah sistem baru yang disusun Akbar kaitannya dengan keagamaan dan kebijakan kultural adalah menarik simpati ulama' Muslim dengan menghibahkan sejumlah madrasah dan perpustakaan. Di samping itu, ia mendukung tariqat Chistiyah yang mentolerir beberapa bentuk sintesa antara Hinduisme dan Islam dan malancarkan sebuah bentuk pemujaan yang dinamakan Din Illahi, atau agama ketuhanan. Salah satu karya Abul Fazl ‘Allami yang berjudul "Akbar Name", merupakan ekspresi terbaik tentang kehebatan pemerintahannya. Sebagian isi dari buku itu dikatakan bahwa masyarakat istana atau penguasa dipandang sebagai seorang raja filosof, pelindung rakyatnya tanpa memandang agama mereka, dan sebagai pembimbing spiritual yang membawakan perdamain, serta menyebarkan bentuk-bentuk kebajikan di seluruh penjuru wilayahnya (Lapidus, 1999: 701).

Pada periode ini, sebagian besar ilmuan Muslim mengabdikan diri kepada negara secara suka rela. Tidak jauh berbeda dengan kerajaan Delhi, imperium Mughal mengembangkan sistem administrasi keagamaan biokratik kesultanan. Kekuasaan peradilan sepenuhnya diserahkan kepada qadhi. Sadr propensial mengepalai para hakim, muhtashib, muballigh, imam shalat, mu'azzim, dan administrator keuangan tingkat lokal. Ia juga bertanggung jawab pengangkatan mufti dan atas hubungan antara pemerintah dan ulama.

Masih pada periode Mughal, pengaruh thariqat Naqsabandiyah dan Qadiriyah menggantikan pengaruh thariqat Suhrawardiyah dan Chistiyah. Pengikut thariqat Naqsabandiyah mengembangkan sebuah disiplin spiritual yang mengarah pada penglihatan (Vision) terhadap Allah, tetapi mereka juga bersikeras akan pentingnya keterlibatan aktif dalam berbagai urusan duniawi. Sejumlah syekh dari thariqat Naqsabandiyah berusaha terus-menerus mewujudkan kesatuan di antara kaum Muslim dengan mengklaim diri sebagai ahli waris seluruh tradisi sufi (Lapidus, 705).
***
Beberapa kemajuan yang dicapai imperium Mughal misalnya, bidang ekonomi. Sebagian besar sumber keuangan negara terletak pada hasil bumi yakni pertanian, pertambangan dan selebihnya perdagangan. Dari sektor pertanian pernah sampai ekspor ke Eropa. Pengembangan pertanian memang dilakukan secara sungguh-sungguh oleh Akbar. Menurut Moreland dalam Yatim (1998:150) dikatakan bahwa pemerintah berhubungan langsung dengan petani. Kerajaan berhak atas sepertiga dari hasil pertanian di negeri itu. Hasil pertanian Mughal yang terpenting ketika itu adalah biji-bijian, padi, kacang, tebu, sayur-sayuran, rempah-rempah, tembakau, kapas, nila, dan bahan-bahan celupan.

Masih menurut Moreland, dalam bidang seni juga sempat berkembang. Karya seni yang menonjol adalah karya sastra guyuban penyair istana, baik yang berbahasa Persia maupun berbahasa India. Penyair India yang terkenal adalah Malik Muhammad Jayazi, seorang sastrawan sufi yang menghasilkan karya besar berjudul Padmavat, sebuah karya yang mengandung pesan kebajikan jiwa manusia. Pada masa Aurangzep, muncul seorang sejarawan bernama Abu fadl dengan karyanya Akbar Name dan Aini Akhbari, yang memaparkan sejarah kerajaan Mughal berdasarkan pemimpinnya.

Dalam bidang arsitektur juga sempat nampak. Pada masa Akbar pernah dibangun istana Fatpur Sikri di Sikri, villa dan masjid-masjid yang indah. Pada masa syekh Jehan dibangun masjid berlapiskan mutiara dan Taj Mahal di Agra, masjid Raya di Delhi dan istana indah di Lahore.
Penutup
Jika dibandingkan dengan masa Islam klasik, kemajuan tiga kerajaan tersebut tidak spektakuler seperti yang pernah terjadi pada masa formasi Islam. Baik itu menyangkut dalam bidang intelektual maupun dalam bidang-bidang yang lain. Bahkan dalam beberapa hal, bangunan keilmuan yang pernah terbangun pada masa sebelumnya dianggap bid'ah, misalnya filsafat. Ada beberapa cacatan penting mengapa pada masa pertengahan ini tidak dapat maju secara signifikan, karena dipengaruhi beberapa hal berikut:

a. Metode berfikir dalam bidang teologi yang berkembang pada waktu itu adalah metode tradisional. Cara berfikir mu'tazilah sudah lama padam. Yang ada hanya metode berfikir tradisional yang dikembangkan oleh aliran teologi Asy'ariyah. Paham kemerdekaan manusia ditolak dan kepercayaan kepada akal manusia tidak dikembangkan secara maksimal (Rahman, 1984: 136-137).

b. Kebebasan berfikir menurun sejak al-Ghazali melontarkan kritik tajam terhadap pemikiran filsafat yang tertuang dalam bukunya Tahafut al-Falasifah (kekacauan Para Filosof). Dalam pandangan Nurcholish Madjid (1984:35) pemikiran al-Ghazali tersebut mempunyai efek pemenjara kreatifitas intelektual Islam.

c. Kekuasaan Islam pada masa tiga kerajaan lebih dikenal sebagai bangsa yang suka perang ketimbang bangsa yang suka ilmu.

d. Lebih banyak berorientasi pada bidang tasawuf/mistik ketimbang kepentingan sosial kemanusiaan. Tidak seimbangannya antara urusan ukhrawi dengan urusan duniawi.

Dari beberapa kelemahan di atas, akibatnya umat Islam tidak mampu mengukir kemajuan yang gemilang sebagaimana yang pernah terukir pada masa-masa sebelumnya. Justru pada beberapa hal, umat Islam mengalami ketertinggalan dan kejumudan yang senantiasa menyelimuti kehidupannya selama beberapa abad lamanya.
*) Mujtahid, Dosen Fak. Tarbiyah UIN Maliki Malang

 

 ----------0000000---------    

      Sejarah Palestina


Akhir-akhir ini terjadi keprihatinan yang mendalam di bumi Palestina. Beribu orang tewas akibat serangan Israel ke jalur Gaza yang dimulai tanggal 27 Desember 2008. Dunia pun bergejolak. Beberapa negara dengan keras menentang Israel bahkan dengan memutuskan hubungan diplomatiknya. Unjuk rasa menentang serangan Israel pun terjadi di mana-mana termasuk di Indonesia. Namun, perang masih mungkin meletus hingga beberapa tahun mendatang.
Palestina memang memiliki sejarah yang pelik. Israel, yang merupakan bangsa Yahudi, mendirikan negaranya di atas tanah Palestina. Hal ini menyebabkan situasi berkembang hingga keadaan sekarang. Untuk lebih memahami konflik ini, maka saya berusaha merangkum sejarah Palestina dari awal hingga terjadinya konflik.
Wilayah Palestina-Israel (swaramuslim.com)
Wilayah Palestina-Israel (swaramuslim.com)
Tulisan ini dirangkum dari beberapa sumber yaitu:
  1. Makalah Umar Asasudin, M.A. yang berjudul “Peranan Cendekiawan dalam Perjuangan Kemerdekaan Palestina: Pendekatan Sejarah”
  2. Pidato Ikhrimah Shabri (Imam Masjid Al-Aqhsa Palestina pada tahun 1992) yang berjudul “Palestina: Sejarah Perjuangan, Intifada, dan Agresi Israel terhadap Masjidil Aqsha”.
  3. Makalah Dr. Roeslan Abdoelgani yang berjudul “Solidaritas Indonesia terhadap Palestina: Suatu Tinjauan Historis”
Ketiganya terdapat dalam buku “Palestina: Solidaritas Islam dan Tata Politik Dunia Baru”, dengan editor : M Riza Sihbudi & Achmad Hadi, cetakan Pustaka Hidayah tahun 1992. Buku ini berintikan makalah dalam seminar “Pekan Persahabatan Indonesia Palestina” 13-18 Januari 1992 di Yogyakarta.
Kejadian setelah tahun 1992 dirangkum dari:
  1. “Tabel Sejarah Timur Tengah” dalam blog “Kajian Timur Tengah” oleh Dina Y. Sulaeman
  2. “Sejarah Berdirinya Negara Israel” oleh Panji Prabowo (Kepala GAMAIS ITB 2008-2009) dalam blognya
  3. Berita-berita dalam kompas.com tentang perang Israel Palestina.
Selamat membaca!
***
Wilayah Palestina pada mulanya ditinggali oleh beberapa bangsa, yaitu bangsa Ammonit dan Philistine. Lalu, sekitar tahun 1000 SM, Palestina ditaklukan oleh Raja Thalut dan Daud a.s. Daud a.s. dan keturunannya, yang merupakan bangsa yahudi, akhirnya menjadi raja di sana dan Palestina menjadi tanah air bangsa yahudi dari 1000 SM – 135 M. Palestina sendiri sempat dikuasai oleh Kerajaan Persia, Babilonia, Mesir, dan kerajaan-kerjaaan lain secara bergantian dalam rentang waktu tersebut.
Wilayah Palestina Dikuasai Kerajaan Romawi
Sekitar tahun 100 SM muncullah kekuatan Roma dan pada tahun 63 SM, Roma, di bawah pemerintahan Raja Pompey, menaklukan kerajaan yang menguasai Palestina. Tahun 66 M, timbul pemberontakan yang dilakukan oleh bangsa Yahudi. Perang terjadi dan pemberontak kalah dan akhirnya pada tahun 70 M, Jerussalem jatuh sepenuhnya ke tangan Roma.
Raja Pompey dari Romawi (www.usu.edu)
Raja Pompey dari Romawi (www.usu.edu)
Pada saat itu, biasanya Roma tidak melakukan penekanan tetapi memperlakukan daerah jajahannya dengan lembut untuk mempersatukan warga negeranya dengan bangsa jajahannya. Namun, di dalam kasus bangsa Yahudi, cara ini tidaklah berhasil. Seringkali timbul huru-hara dari bangsa Yahudi. Hal ini menyebabkan akhirnya Roma berlaku keras kepada bangsa Yahudi dan mengeluarkan dekrit yang mematikan nasionalismen bangsa Yahudi dengan cara melarang berbagai peribadatan mereka.
Pada akhirnya dekrit ini membuat sebuah pemberontakan besar dari 200.000 orang Yahudi yang dipimpin oleh Barcocheba di Jerussalem. Raja Hadrian yang saat itu memimpin Roma mengirimkan Julius Sevenus dan tentara yang jumlahnya besar untuk memadamkan pemberontakan dan menaklukan Jerussalem. Pada saat itu, bangsa Yahudi kalah dan dikeluarkan peraturan mereka dilarang masuk ke kota apapun alasannya. Jerussalem dijadikan koloni Roma dan tempat peribadatan Yahudi, haikal Yahudi, diganti dengan candi lambang supremasi Roma, candi Yupiter. Mulai saat itu bangsa Yahudi tersebar ke luar Palestina. Namun, ada sebagian kecil yang tetap bertahan di sana.
Setelah masa itu, pengaruh agama Kristen masuk ke Roma, sehingga menumbuhkan penyebaran agama Kristen di Palestina. Agama Kristen tumbuh di daerah tersebut. Lalu, pada pembagian kerajaan Roma tahun 395, Palestina berada dalam kekuasaan Kerajaan Bizantium, yang disebut juga kerajaan Romawi Timur. Pada saat itu Palestina menjadi daerah yang makmur, menjadi pusat perkembangan jemaah haji (beribadah mengunjungi tempat-tempat suci yang dilakukan oleh penganut Kristen,Yahudi,dll.). Namun sesekali muncul penyiksaan kepada bangsa Yahudi oleh bangsa yang menguasai.
Tahun 611 M, Chosroes II, raja Kerajaan Sasan dari Persia,  menyerang daerah itu. Diikuti oleh bangsa Yahudi yang ingin membalas dendam. Yerussalem direbut. Gereja Holy Sepulchre dihancurkan dengan tanah dan hartanya dibawa. Gereja lain bernasib sama dan uskupnya ditahan.
Tahun 628 M, Raja Heralcus dari Bizantium menaklukan kembali teritorial tersebut. Namun kemenangan ini bersifat sementara karena munculnya kekuatan Islam yang melemahkan Kerajaan Bizantium tersebut.
Palestina Dikuasai Islam
Islam muncul tahun 610 M di bawah kepemimpinan Muhammad saw. Di selang tahun 610-632 M, suku-suku di daerah Arab berhasi l dipersatukan di bawah kepemimpinannya yang asalnya saling bermusuhan. Kerajaan Islam (Kekhalifahan Islam) setelah Muhammad saw meninggal di bawah pemimpin Abu Bakar (632-634 M) berusaha merebut daerah Palestina dari tangan Bizantium. Namun, usaha tersebut tidak berhasil dan akhirnya baru berhasil ketika Kekhalifahan Islam dipimpin oleh Umar ra. Pada tahun 636, Bizantium jatuh.
Di bawah kepemimpinan Umar ra. terjadi perjanjian damai di Jerussalem antara pemerintahan Umar dengan umat Kristen yang dipimpin oleh Uskup Sophronius. Umar sendiri sempat mengunjungi The Holy Rock (tempat ibadah Daud as. dan tempat Haikal Yahudi) dan tempat itu menjadi Masjid Umar. Muncullah pengaruh Islam di Jerussalem.
Perselisihan yang terjadi di antara kepemimpinan umat Islam setelah zaman Muhamamad saw dan Khulafaurrasyidin (4 sahabat Nabi Muhamamad saw yang memimpin setelah nabi wafat) menyebabkan munculnya berbagai dinasti yang berganti memimpin Islam dari Dinasti Muawiyah sampai dengan Dinasti Abbassiah. Pada tahun 685-705, khalifah Abdul Malik dari Dinasti Abbasiah memperindah tempat suci Jerussalem dengan membangun Kubah Al-Sakhrah, atau Dome of the Rock. Pada tahun 929, terjadi pemberontakan kaum Qaramithah yang merampas Mekkah. Hal ini menyebabkan banyaknya eksodus bangsa Arab ke Jerussalem. Pada tahun 1969, Mesir, diduduki dinasti Fathimah yang menyatakan kemerdekaannya dari Dinasti Abbassiyah. Terjadi pertikaian antara kedua dinasti tersebut sampai dengan 1072 dan akhirnya Palestina dikuasai oleh Dinasti Fathimiah. Gereja Holy Sepulchre hancur saat serangan Dinasti Fathimiah ke Dinasti Abbasiyah.
Dome of the Rock (history.boisestate.edu)
Dome of the Rock (history.boisestate.edu)
Pada masa Perang Salib dan setelahnya (1099-1900)
Pada tahun 1099, datang serangan suku Frank dari Eropa yang membawa ke daerah Yerussalem yang membawa 40.000 tentara untuk menguasai Jerussalem. Jerussalem takluk dan akhirnya berdirilah kerajaan Latin di Jerussalem. Perang ini disebut Perang Salib I. Palestina dikuasai oleh suku Frank yang beragama Kristen. Adanya Perang Salib II yang berlangsung tahun 1147-1187 menyebabkan Palestina kembali berada di tangan Kerajaan Islam. Perang Salib berlangsung beberapa kali namun akhirnya berbuntut kepada perjanjian damai.
Pada tahun 1258, muncul serangan dari suku Tartar di bawah pimpinan Hulagu yang berasal dari Asia Tengah (Mongol). Serangan ini sempat menakukan Baghdad, Damaskus, dan Suriah. Namun, datangnya tentara dari Mesir menyebabkan mereka kalah dan akhirnya daerah itu dikuasai oleh Mesir.
Wilayah Dikuasai Turki (1516-1900)
Pada 1516, Turki menaklukan Mesir yang menyebabkan daerah itu ditaklukan Turki. Turki menjadikan daerah Palestina sebagai salah satu provinsi dan gubernur dikirim dari Konstatinopel. Turki menguasai Palestina selama 4 abad.  Mulai 1840, Turki membuka Palestina demi kepentingan ekonominya. Akhirnya muncul pelabuhan-pelabuhan dan konsulat-konsulat Eropa. Hal ini memunculkan semakin kecilnya pengaruh Turki dan membesarnya pengaruh para konsulat di sana. Sempat terjadi Perang Krim (1854-1856) karena persaingan antara Ortodoks Yunani dan Pendeta Latin.
Theodor Herzl (www.israelvets.com)
Theodor Herzl (www.israelvets.com)
Tahun 1896, Theodor Herzl, penggagas gerakan zionisme, mengeluarkan usulannya untuk mendirikan negara Israel di Palestina. Hal ini disebabkan bangsa Yahudi yang terpencar dan tidak memiliki tanah air sejak Romawi menguasai Palestina. Akhirnya, beberapa orang Yahudi mendirikan koloni di daerah Palestina.
Berdirinya Negara Israel

Tahun 1914, muncul perselesihan antara Inggris Raya dan Turki. Akhirnya menyebabkan keduanya berperang. Palestina sempat dijadikan markas militer oleh Turki. Namun, akhirnya tahun 1918 Inggris resmi menang, dan Palestina dikuasai oleh Inggris.
Tanggal 2 November 1917, keluar deklarasi menteri luar negeri Inggris, Arthur Balfour, yang dikenal sebagai Deklarasi Balfour. Deklarasi ini berisi tentang dukungan Inggris terhadap pendirian negara Yahudi di Palestina. Hal ini disebabkan oleh bangsa Yahudi telah membantu Inggris dalam memenangi Perang Dunia I dan Inggris ingin menguasai Palestina karena berada di daerah strategis di antara Asia, Eropa, dan Afrika.
Arthur Balfour (www.firstworldwar.com)
Arthur Balfour (www.firstworldwar.com)
Pada tahun 1920, kantor pemerintahan Inggris di Palestina (British Mandate of Palestine) berdiri, Komisi Tinggi-nya adl Herbert Samuel. Setelah tahun-tahun tersebut, imigrasi Yahudi ke daerah Palestina terus meningkat. Orang Yahudi yang baru datang, biasanya masuk ke kota dan mendirikan perusahaan-perusahaan di sana.
Tahun 1929, mulai terjadi kerusuhan besar antara bangsa Arab dan Yahudi. Konflik ini terjadi karena adanya perebutan hak-hak beberapa tempat suci di Yerussalem. Selain itu, berdasarkan hasil penyelidikan tim yang dibuat Inggris, hal ini terjadi karena orang-orang Arab tertekan dengan pembelian tanah dan imigrasi orang Yahudi yang akhirnya mendesak mereka.
Tahun 1933, bangsa Yahudi hanya berjumlah 17% dari seluruh masyarakat Palestina. Namun, setelah masa itu, saat Hitler berkuasa di Jerman dan Polandia, terjadi gelombang migrasi besar-besaran dari Eropa ke Palestina. Pada saat itu juga terjadi perubahan politik di Timur Tengah. Mesir dan Suriah yang merdeka menyebabkan tumbuhnya nasionalisme untuk memerdekakan diri. Akhirnya timbul wacana untuk melepaskan Palestina dari Inggris.
Tahun 1938, Konflik antara  Arab-Yahudi memuncak. Inggris mengeluarkan mandat yang intinya akan membagi Palestina menjadi dua bagian, yaitu untuk Arab dan Yahudi untuk menghentikan perpecahan. Namun, beberapa tahun kemudian mandat itu dicabut dan diganti dengan white paper yang intinya mendesak dibentuk satu pemerintahan gabungan antara Arab dan Yahudi. White-paper ini ditentang oleh bangsa Yahudi.
Pada saat itu, bangsa Yahudi yang tinggal di Amerika memegang peranan penting dalam perekonomian Amerika.  Hal ini menyebabkan Amerika berpihak kepada kepentingan bangsa Yahudi. Inggris yang mulai merasa terganggu hubungannya dengan Amerika akhirnya menyerahkan tentang Palestina ke PBB. Inggris sendiri akan menarik mandatnya dari Palestina tanggal 15 Maret 1948.
1 September 1947, PBB menyarankan agar Palestina dibagi 2, menjadi daerah untuk bangsa Yahudi dan Arab.  Bangsa Yahudi dan Arab yang tinggal di Palestina saling berebut pengaruh dan menolak aturan tersebut. Mulailah berbagai perang gerilya yang melibatkan keduanya. Namun, sayangnya, semangat bangsa Yahudi lebih berlipat dibanding dengan bangsa Arab di sana. Di saat terjadi perang, para ningrat Arab malah kabur ke negara lain. Tanggal 14 Mei 1948, Israel diproklamirkan orang-orang Yahudi. Esoknya Amerika Serikat mengakui kedaulatan Israel.
Perjuangan Palestina Pasca 1948
(red. Mulai saat ini, digunakan istilah bangsa Palestina untuk penduduk yang kebanyakan Arab yang tinggal di Palestina yang bukan masyarakat Yahudi)
Negara-negara Arab di sekitar Palestina menolak kehadiran Israel di sana. Terjadilah perang. Israel menang telak, dan akhirnya mengusai seluruh daerah Palestina kecuali Tepi Barat yang dikuasai Suriah dan Jalur Gaza yang dikuasai Mesir. Terjadi pengungsian besar-besaran bangsa Palestina dari Palestina. Penduduk Palestina terbagi menjadi 3, yang tinggal di pendudukan Israel, tinggal di jalur Gaza dan Tepi Barat, dan yang mengungsi ke daerah-daerah luar Palestina. Setelah itu, sering terjadi bentrok antara Israel dan negara-negara sekitarnya. Tahun 1964 berdiri PLO (Palestinian liberation Organization), sebuah organisasi yang nantinya diakui sebagai satu-satunya organisasi yang mewakili aspirasi masyarakat Palestina. Pada kelanjutannya, PLO dipimpin oleh Yaseer Arafat.
Yasser Arafat (www.mukto-mona.com)
Yasser Arafat (www.mukto-mona.com)
Pata tahun 1967, terjadi perang 6 hari antara Israel-Mesir. Mesir kalah telak sehingga Israel berhasil menduduki daerah Sinnai. Tahun 1973, Mesir dan Suriah bersatu untuk menyerang Israel, namun Israel menang dan menguasai daerah hingga mendekati Terusan Suez.  Mesir akhirnya mengakui keberadaan negara Israel, dengan imbalan daerahnya sampai dengan Sinnai dikembalikan ke Mesir (tercantum dalam Perjanjian Camp David 1978).
Sejak saat itu, wilayah Palestina dikuasai Israel. Israel sendiri demi kepentingan zionismenya, membentuk perumahan-perumahan untuk bangsa Yahudi di daerah Palestina. Israel sendiri menduduki Jalur Gaza dan Tepi Barat. Di sana, bangsa Palestina dijadikan masyarakat kelas dua. Perumahan mereka digusur dan diteror. Bangsa Palestina terus menerus menderita di bawah pendudukan Israel.
Akibat dari tekanan pendudukan Israel, muncullan gerakan yang dinamakan Intifada pada tahun 1987. Gerakan Intifada sendiri, yang secara harfiah berarti “pemberontakan”, merupakan gerakan melawan tentara Israel yang bersenjata dengan batu-batu dan ketapel. Seluruh aspek bangsa Palestina, baik itu anak-anak dan orang tua, lelaki dan wanita melakukan perjuangan dengan melempar batu ke arah tentara-tentara Israel yang bersenjata dan bertank lapis baja. Selain itu munculnya beberapa kelompok-kelompok garis keras, seperti HAMAS pada tahun 1987, yang memiliki pemikiran bahwa satu-satunya cara menguris Israel dari Palestina adalah dengan perang jihad.
Seorang Anak Melempar Batu ke Tentara Israel (www.voltairenet.org)
Seorang Anak Melempar Batu ke Tentara Israel dalam Intifada (www.voltairenet.org)
Intifada (www.israelnewsradio.net)
Intifada (www.israelnewsradio.net)
Jalur Diplomasi Dimulai
Pada 30 Oktober 1991, dimulai konferensi Madrid, antara Israel dan Palestina yang diwakili oleh PLO.  Pertemuan berlanjut sehingga pada 13 September 1993, ditandatangai Perjanjian Oslo yang berisi PLO diberi wilayah otonomi, yaitu 60% dari Jalur Gaza dan kota Ariha di Tepi Barat. Imbalannya, PLO mengakui eksistensi Israel. Pada  1 Juli 1994, Arafat memasuki Gaza dalam rangka mendirikan Otoritas Nasional Palestina (Palestinian National Authority; selanjutnya disebut PNA). Pada 1996 diadakan pemilu pertama bangsa Palestina, Yasser Arafat terpilih menjadi Presiden. Selanjutnya muncul beberapa perjanjian seperti:
  1. 17 Januari 1997, Perjanjian Al Khalil ditandatangani Israel-Palestina yang berisi 20% wilayah Al Khalil tetap dikuasai Israel, sisanya diserahkan kepada Palestina.
  2. 23 Okt 1998, Perjanjian Maryland ditandatangani Israel-PNA. Berisi Israel menyerahkan sebagian wilyah di Tepi Barat kepada PNA, sebagai imbalan, PNA berjanji mengatasi masalah terorisme (terorisme sendiri merujuk kepada tindakan HAMAS)
Wilayah Palestina sendiri terbagi dua, yaitu Tepi Barat dan Jalur Gaza yang masing-masing dipisahkan oleh wilayah Israel.
Yitzhak Rabin, Bill Clinton, Yasser Arafat dalam Kesepekatan Oslo (kenraggion.com)
Yitzhak Rabin, Bill Clinton, Yasser Arafat dalam Kesepekatan Oslo (kenraggion.com)
Pada 28 Sept 2000, Intifadah Kedua dimulai, dipimpin oleh HAMAS. PNA sendiri dalam pihak yang bertentangan dengan HAMAS. PNA lebih milih untuk berdialog daripada berperang. Pada 26 Okt 2004, gigihnya perjuangan Intifadah II membuat Israel kewalahan dan mengesahkan program penarikan mundur dari Jalur Gaza. Pada, 11 Nov 2004 Yaser Arafat meninggal. Kepemimpinan di PLO digantikan oleh Mahmoud Abbas. September 2005 dimulai penarikan mundur tentara Israel dari Jalur Gaza. Inilah kemenangan para pejuang Palestina setelah 38 tahun. Namun, Israel terus melancarkan serangan dan teror ke Jalur Gaza. Selain itu, Israel mendirikan tembok-tembok pembatas yang mengucilkan pemukiman Palestina dan memperlebar perumahan bagi bangsa Yahudi.
Pada Pemilu 2006, HAMAS memenangi pemilu. Namun, sebagian besar negara barat menolak hasil pemilu ini karena menanggap HAMAS adalah teroris dunia. HAMAS sendiri berpusatkan di daerah Jalur Gaza.
Sayap Militer Hamas (heavenawaits.wordpress.com)
Sayap Militer Hamas (heavenawaits.wordpress.com)
Beberapa kali terjadi bentrok antara HAMAS dan Israel yang ditandai saling meluncurkan roket dan misil di perbatasam. Hal ini memaksa perang terjadi. Perang yang terakhir terjadi pada Desember 2008. Pasca gencatan senjata berakhir pada November 2008, tank-tank Israel masuk ke perbatasan  jalur Gaza dan milisi HAMAS menembakkan roket ke arah Israel dari Jalur Gaza. Akhirnya, dimulailah perang yang ditandai dengan tanggal 27 Desember 1998, Israel melakukan serangan udara yang diikuti serangan darat ke arah Jalur Gaza dengan dalih memusnahkan HAMAS. Perang terjadi sampai dengan 19 Januari 2008 dan menewaskan 1200 lebih warga Palestina dan belasan tentara Israel.  Sayangnya, dari kebanyakan warga yang tewas bukanlah dari kalangan militer. Bahkan, sekitar 600 orang merupakan anak-anak dan perempuan.
Pada saat tulisan ini dibuat (21 Januari 2009), Israel telah menarik mundur pasukannya dari Jalur Gaza. Keadaan Jalur Gaza saat ini bagaikan kota yang luluh lantah. Bangunan hancur dan masyarakat yang mengalami luka baik fisik maupun mental yang traumatis akibat perang. Rumah sakit penuh oleh orang yang terluka dan masyarakat yang hidup di sana kekurangan bahan makanan dan obat-obatan. Meskipun bantuan telah masuk, namun diperkirakan Jalur Gaza tidak akan pulih dalam waktu dekat. Padahal, deadaan di Palestina masih memungkinkan untuk terjadi perang kembali. Korban-korban lain masih mungkin berjatuhan.
Perempuan Gaza sedang Meratap (www.populisamerica.com)
Perempuan Gaza sedang Meratap (www.populisamerica.com)
Korban Anak-Anak di Gaza (www.monde-magouilles.com)
Korban Anak-Anak di Gaza (www.monde-magouilles.com)
***
Hentikan kekerasan di Gaza dan sekitarnya…

 

 

 

  Sejarah Berdirinya Kota Roma 

Roma adalah kota yang menakjubkan membawa visi misteri, asmara, dan sejarah. Tidak peduli di mana Anda melihat, Anda akan mendengar atau membaca tentang kejadian yang unik dan menarik dari Roma. Roma adalah kota penting di dunia sekarang ini sebagai pusat Katolik dan telah menjadi bagian penting dari sejarah dunia yang mencakup sebuah eksistensi 2500 tahun.

Roma Italia Arsitektur

Kelahiran Roma menurut apakah Anda mendengarkan legenda atau catatan dimulai di suatu tempat antara April 753BC (legenda) dan abad ke-9 (catatan). Desa kecil sekarang ini pusat kota Roma di mana Anda akan menemukan banyak struktur kuno. Ketika Roma pertama kali didirikan, bahasa utama adalah Etruscan dan tentu saja, populasi utama Etruscans. Pada 500 SM, Roma mengambil alih Roma dari Etruscans dan Kekaisaran Romawi mulai terwujud.


rome italy 2 Kelahiran Roma

Dalam 44BC, Augustus mendirikan Kekaisaran Romawi setelah banyak kaisar dan perang membuat Roma kota terbesar di dunia. Namun, kebakaran besar di Roma pada masa pemerintahan Nero di 64AD bisa jadi akhir dari kota ini kuat, tetapi meskipun mayoritas kota itu hancur, itu adalah awal dari sebuah Roma baru.

Roma Italia Arsitektur 2

Pada abad ke-3, Eropa berada dalam bahaya bersama dengan kota besar di Roma. Bahaya dan evasions bahkan berada di benak para Roma. Kaisar Aurelia akhirnya selesai tembok yang mengelilingi kota Roma.

Roma Italia Arsitektur 4

Populasi Roma menurun dan banyak bangunan era Abad Pertengahan mulai mengikis. Selama abad pertengahan akhir, Katolik mulai menjadi kuat dan Paus mendirikan rumah di sini, yang saat ini dikenal sebagai Kota Vatikan. Pada saat ini, Kekaisaran Romawi Suci didirikan.

Roma Italia Arsitektur 5

Renaissance datang ke Roma pada abad ke-15 dan karya-karya agung tersebut seni di jalan arsitektur diciptakan seperti Basilika Santo Petrus dan Kapel Sistina. Dari abad ke-15 sampai 1800, Roma melihat banyak perubahan dari karya seni yang indah untuk berbagai Paus serta pemerintah monarki. Pada 1861, Italia akhirnya menjadi sebuah negara bersatu.

Roma Italia Arsitektur 6

Hari ini berjalan melalui jalan-jalan kota Roma Anda dapat menemukan struktur bersejarah, bangunan, reruntuhan, monumen, dan taman dari masa lalu berdiri semua untuk mengingatkan pengunjung dari masa lalu yang luas dan kekuasaan dari Kekaisaran Romawi. Dengan tur yang tersedia, Anda dapat menangkap cinta, gairah, dan kekuatan kota besar serta merangkul beberapa dunia yang paling langka dan indah karya seni apakah di jalan monumen, patung, atau lukisan.

Roma Italia Arsitektur 7

Sebuah perjalanan ke Roma, lebih dari sekedar liburan, itu merupakan langkah mundur dalam waktu di mana Anda akan merasakan gairah Roma, perjuangan Kekaisaran, dan iman umat Kristen awal. Sebuah liburan keluarga ke Roma adalah salah satu yang akan meninggalkan setiap anggota keluarga dengan kenangan yang akan berlangsung seumur hidup.


                     ------------------000000000---------------

 

 

 

Album Foto Friedrich Paulus

Adolf Hitler dan para petinggi Wehrmacht melihat kondisi front depan melalui fernglas (teropong) dan scherenfernrohr (teropong gunting) saat berlangsungnya invasi Jerman ke Polandia bulan September 1939. Dari kiri ke kanan: Reichsleiter Martin Bormann, Führer Adolf Hitler, Generalmajor Erwin Rommel, General der Artillerie Walther von Reichenau dan Generalmajor Friedrich Paulus. Foto jepretan Kriegsberichter Kliem dari Propaganda-Kompanie 637 (Ost)




Album Foto Front Italia

Para komandan tentara Jerman dari 10.Armee di medan perang Italia, Januari 1944, dari kiri ke kanan: Generaloberst Heinrich-Gottfried von Vietinghoff genannt Scheel (Oberbefehlshaber 10.Armee); General der Panzertruppe Fridolin von Senger und Etterlin (Kommandierender General XIV.Panzerkorps); Generalleutnant Wilhelm Raapke (Kommandeur 71.Infanterie-Division); perwira staff yang tak diketahui namanya; dan Generalleutnant Dr.rer.pol. Friedrich "Fritz" Franek (Kommandeur 44.Infanterie-Division). Yang disebut terakhir mengenakan medali Ritterkreuz des Militär-Maria-Theresien-Orden (penghargaan tertinggi Austro-Hungaria untuk keberanian di medan perang) yang tersembul di bawah Ritterkreuz des Eisernen Kreuzes-nya


Sumber :
www.specialcamp11.co.uk



Album Foto Schlachtgeschwader 2 (SG 2) "Immelmann"

Generaloberst der Luftwaffe Otto Deßloch (Oberbefehlshaber Luftflotte 4) di sebelah kiri bersama dengan Major Dr.jur. Maximilian Otte (Gruppenkommandeur II.Gruppe/Schlachtgeschwader 2 "Immelmann") dalam acara kunjungan sang jenderal ke pangkalan Geschwader "Immelmann" tanggal 21 April 1944, tak lama sebelum Otte terbunuh setelah pesawatnya tertembak senjata anti pesawat udara Rusia tanggal 20 Mei 1944. Medali yang terpampang di saku kanan Deßloch adalah Romanian Pilot's Badge alias Komturkreuz der Königlich Rumänischen Aeronautischen Tugend mit der Kriegsdekoration und Schwertern. Mencret mencret dah mbacanya!


Sumber :
www.gmic.co.uk

Wednesday, July 11, 2012


Album Foto SS-Sturmgeschütz-Abteilung "Das Reich"

Komandan SS-Sturmgeschütz-Abteilung "Das Reich" bersama para Zugführer (Kepala Peleton) dan Batterie-Chef (Kepala baterai artileri) sebelum D-Day di Prancis tahun 1944. Dari kiri ke kanan: SS-Sturmbannführer Ernst August Krag (Kommandeur); SS-Obersturmführer Walter Reininghaus; SS-Obersturmführer Hermann Bolte; SS-Obersturmführer Harmut Braun; dan SS-Hauptstumrführer Dr. Röheler


Sumber :
Foto koleksi pribadi Mark C. Yerger
www.wehrmacht-awards.com

Tuesday, July 10, 2012


Album Foto Hilfs-Krankentrager (Pembawa Usungan)

Heer Hilfs-Krankentrager sedang "beraksi" mengangkut para prajurit yang terluka ke dalam sebuah mobil ambulans di pinggir sungai Meuse dekat Dinant, pertengahan Mei 1940. Di latar belakang tampak sebuah Schlauchbootbrücke (jembatan ponton) sedang dibangun


LinkSeragam Krankentrager dengan pita lengan "Hilfs-Krankentrager" serta tas kulit kecil berwarna coklat untuk menyimpan peralatan P3K. Tiga buah tas kecil lain yang berendeng adalah kantong penyimpan peluru 7.92 mm untuk senapan Karbiner 98K (Mauser-Kar. 98K) yang terselempang di belakang


Sumber :
www.forum.axishistory.com
www.wehrmacht-awards.com

Saturday, June 30, 2012


Album Foto Friedrich Paulus

Adolf Hitler dan para petinggi Wehrmacht melihat kondisi front depan melalui fernglas (teropong) dan scherenfernrohr (teropong gunting) saat berlangsungnya invasi Jerman ke Polandia bulan September 1939. Dari kiri ke kanan: Reichsleiter Martin Bormann, Führer Adolf Hitler, Generalmajor Erwin Rommel, General der Artillerie Walther von Reichenau dan Generalmajor Friedrich Paulus. Foto jepretan Kriegsberichter Kliem dari Propaganda-Kompanie 637 (Ost)


Upacara penyerahan Angkatan Bersenjata Belgia ke tangan 6.Armee Jerman tanggal 28 Mei 1940. Dari kiri ke kanan: Liagre (Perwira Belgia); Letnan-Jenderal Olivier Joseph Jules Derousseaux (Deputi Kepala Staff AB Belgia); Hauptmann Rudolf Karl Paltzo; Generaloberst Walther von Reichenau (Oberbefehlshaber 6.Armee); Oberst Anton-Reichard Freiherr von Mauchenheim genannt Bechtolsheim (Erster Generalstabsoffizier 6.Armee); dan Generalmajor Friedrich Paulus (Chef des Generalstabes 6.Armee)


Generaloberst Walther von Reichenau (Oberbefehlshaber 6.Armee) dan Generalmajor Friedrich Paulus (Chef des Generalstabes 6.Armee). Ketika Reichenau (saat itu sudah menjadi Generalfeldmarschall sekaligus Oberbefehlshaber Heeresgruppe Süd) meninggal secara mendadak tanggal 17 Januari 1942 akibat serangan jantung setelah pesawatnya mendarat darurat di Rusia, Paulus sudah menjabat sebagai Oberbefehlshaber (Panglima) 6.Armee yang baru (diangkat tanggal 1 Januari 1942)


Perundingan di utara Soviet bulan Oktober 1941. Dari kiri ke kanan: Generalmajor Adolf Heusinger (Chef der Operationsabteilung des Generalstabes im Oberkommando des Heeres); seorang perwira staff yang tidak diketahui namanya; Generalleutnant Friedrich Paulus (Oberquartiermeister I in der Generalstab des Heeres); Generalfeldmarschall Walther von Brauchitsch (Oberbefehlshaber des Heeres); Adolf Hitler; dan Generalfeldmarschall Wilhelm Keitel (Chef des Oberkommandos der Wehrmacht)


General der Panzertruppe Friedrich Paulus memakai ledermantel (jaket kulit) untuk menahan hawa dingin di lapangan udara Poltava di Rusia Selatan, musim dingin Januari 1942. Di belakangnya terparkir pesawat transport Junkers Ju 52. Foto oleh Kriegsberichter Heinz Mittelstaedt dari PK (Propaganda-Kompanie) 637


Pertemuan para jenderal Wehrmacht dengan sang Führer, awal 1942. Dari kiri ke kanan: Generalmajor Rudolf Schmundt (Adjutant der Wehrmacht bei Hitler); Generaloberst Maximilian Reichsfreiherr von Weichs (Oberbefehlshaber 2.Armee); Adolf Hitler; X; Generalfeldmarschall Fedor von Bock? (Oberbefehlshaber Heeresgruppe Süd); Generaloberst Richard Ruoff (Oberbefehlshaber 17.Armee); Generalfeldmarschall Wilhelm Keitel (Chef des Oberkommandos der Wehrmacht); General der Panzertruppe Friedrich Paulus (Oberbefehlshaber 6.Armee); General der Infanterie Georg von Sodenstern (Chef des Generalstabes Heeresgruppe Süd); dan Generaloberst Alexander Löhr (Oberbefehlshaber 12.Armee)


Perundingan di markas besar Heeresgruppe Süd di Poltava tanggal 1 Juni 1942. Dari kiri ke kanan: Generalmajor Adolf Heusinger (Chef der Operationsabteilung des Generalstabes im Oberkommando des Heeres); General der Infanterie Georg von Sodenstern (Chef des Generalstabes Heeresgruppe Süd); Generaloberst Maximilian Reichsfreiherr von Weichs (Oberbefehlshaber 2.Armee); Adolf Hitler; General der Panzertruppe Friedrich Paulus (Oberbefehlshaber 6.Armee); General der Kavallerie Eberhard von Mackensen (Kommandierender General III.Panzer-Korps); dan Generalfeldmarschall Fedor von Bock (Oberbefehlshaber Heeresgruppe Süd). Foto oleh fotografer pribadi Hitler Walter Frentz


Perundingan di markas besar Heeresgruppe Süd di Poltava tanggal 1 Juni 1942. Dari kiri ke kanan: Generalmajor Adolf Heusinger (Chef der Operationsabteilung des Generalstabes im Oberkommando des Heeres); General der Panzertruppe Friedrich Paulus (Oberbefehlshaber 6.Armee); dan General der Infanterie Georg von Sodenstern (Chef des Generalstabes Heeresgruppe Süd)


Perundingan di markas besar Heeresgruppe Süd di Poltava tanggal 1 Juni 1942. Dari kiri ke kanan: Generalmajor Adolf Heusinger (Chef der Operationsabteilung des Generalstabes im Oberkommando des Heeres); General der Panzertruppe Friedrich Paulus (Oberbefehlshaber 6.Armee); dan Abang Hitler (tukang kerak telor di depan PRJ Kemayoran)


Perundingan di markas besar Heeresgruppe Süd di Poltava tanggal 1 Juni 1942. Dari kiri ke kanan: Generalfeldmarschall Wilhelm Keitel (Chef des Oberkommandos der Wehrmacht); Generalmajor Adolf Heusinger (Chef der Operationsabteilung des Generalstabes im Oberkommando des Heeres); General der Panzertruppe Friedrich Paulus (Oberbefehlshaber 6.Armee); Adolf Hitler; dan Generaloberst Maximilian Reichsfreiherr von Weichs




Perundingan di markas besar Heeresgruppe Süd di Poltava tanggal 1 Juni 1942. Dari kiri ke kanan: Generalfeldmarschall Wilhelm Keitel (Chef des Oberkommandos der Wehrmacht); Generalmajor Adolf Heusinger (Chef der Operationsabteilung des Generalstabes im Oberkommando des Heeres); General der Panzertruppe Friedrich Paulus (Oberbefehlshaber 6.Armee); Adolf Hitler; dan Generaloberst Maximilian Reichsfreiherr von Weichs (Oberbefehlshaber 2.Armee)


Jamuan makan perwira Jerman dan Finlandia, dari kiri ke kanan: Kenraaliluutnanti (Letnan-Jenderal) Lauri "Mala" Malmberg (Komandan Pasukan Pertahanan Dalam Negeri Finlandia); General der Panzertruppe Friedrich Paulus (Oberbefehlshaber 6.Armee); Generalmajor Arthur Schmidt (Chef des Generalstabes 6.Armee); dan Oberst Herbert Selle (Armeepioniereführer AOK 6.Armee). Acara ini kemungkinan besar diadakan ketika Malmberg melakukan inspeksi terhadap sukarelawan asal Finlandia yang tergabung di 5. SS-Panzer-Division "Wiking". Paulus dan Malmberg mengenakan Vapaudenristin Ritarikunta (Order of the Cross of Liberty) Finlandia di leher mereka. Paulus sendiri adalah peraih Order of the Cross of Liberty 1st Class with Oakleaf and Swords yang didapatnya tanggal 25 Maret 1942


Tulisan di bawah foto di atas menggunakan Sütterlinschrift (huruf Sütterlin) yang merupakan gaya penulisan yang populer di Jerman saat Hitler berkuasa. Kalau masih puyeng membacanya, tulisan tersebut berbunyi: "Unser O.B., General Paulus, mit dem Generalquartiermeister des deutschen Heeres, General Wagner" (Panglima kami, Jenderal Paulus, bersama dengan Jenderal Intendan AD Jerman, Jenderal Wagner). General der Artillerie Eduard Wagner menjabat sebagai Generalquartiermeister des deutschen Heeres periode 1 Oktober 1940 s/d 23 Juli 1944. Disini Paulus mengenakan regenumhang, jas penahan hujan yang biasa dipakai oleh para perwira tinggi Wehrmacht


Tiga orang jenderal Jerman di markas besar 6.Armee di Golubinskaya, hari rabu tanggal 29 Juli 1942. Dari kiri ke kanan: General der Artillerie Walter Heitz, Generalmajor Rudolf Schmundt, dan General der Panzertruppe Friedrich Paulus. Paulus sedang menerangkan pada Schmundt bahwa pasukan kekuatan pasukan yang dibebankan padanya demi menyerbu Stalingrad masih terlalu lemah. Heitz (pangkat terakhir Generaloberst) memakai tropenanzug (seragam tropis). Dia adalah Oberbefehlshaber 15.Armee yang ikut tertangkap di Stalingrad tanggal 31 Januari 1943 dan meninggal dalam tahanan Soviet tanggal 9 Februari 1944. Sementara itu, Schmundt (pangkat terakhir General der Infanterie) adalah Adjutant der Wehrmacht bei Hitler (Ajudan Hitler dari Wehrmacht). Dia meninggal tanggal 1 Oktober 1944 akibat dari luka-luka parah yang dideritanya dalam peristiwa pemboman 20 Juli 1944


General der Panzertruppe Friedrich Paulus (Oberbefehlshaber 6.Armee) duduk berpose dalam foto yang diambil bulan Juni 1942 di Kharkov oleh fotografer Heinz Mittelstaedt dari PK (Propaganda-Kompanie) 637. Begitu minim medali yang dikenakannya, "hanya" Ritterkreuz des Eisernen Kreuzes, 1939 Spange zum 1914 Eisernes Kreuz I. Klasse, dan Grossherzoglich Mecklenburg-Schwerinsches Militär-Verdienstkreuz I Klasse


Panglima 6.Armee, Friedrich Paulus (tengah), sedang mendiskusikan situasi militer di dan sekitar Stalingrad di markas 76. Infanterie-Division, 1942. Di sebelah kiri adalah Perwira Operasi (Ia) dari 76. Infanterie-Division, Oberst i.G. Günther Breithaupt, sementara di kanan adalah Kommandeur 76. Infanterie-Division, Generalleutnant Carl Rodenburg. Orang yang nongkrong sendirian di belakang adalah Major d.R. August Ullrich(KommandantStabs Hauptquartier A.O.K.6)


General der Panzertruppe Friedrich Paulus (kiri) bersama dengan Ante Pavelić (tengah) di Golubinskaya, dekat Stalingrad, tanggal 24 September 1942. Pavelić adalah Poglavnik (pemimpin besar) negara independen Fasis Kroasia yang bersekutu dengan Jerman dalam Perang Dunia II. Dia mengirimkan unit sukarelawan Kroasia yang tergabung dalam Verstärktes Kroatisches Infanterie-Regiment 369 (Resimen Infanteri Pengganti ke-369 Kroasia) untuk bertempur di medan Stalingrad. Para anggota legiun ini lebih dikenal sebagai "Hrvatska Legija" dan bertempur dengan gagah berani di Front Timur


General der Panzertruppe Friedrich Paulus bersama seorang jenderal dengan teropong di belakangnya, musim panas 1942. Ada tiga orang yang wajahnya mirip benar dengan si jenderal dengan muka tertutup: Generalleutnant Eccard Freiherr von Gablenz atau General der Kavallerie Siegfried Westphal. Tapi pilihan saya jatuh pada Generalleutnant Günther Angern (Kommandeur 16.Panzer-Division) yang ikut bertempur sebagai bawahan Paulus di Stalingrad. Meskipun dalam foto ini dia tidak memakai Deutsches Kreuz in Gold-nya, tapi foto ini merupakan bagian dari album foto milik anggota 16.Panzer-Division, jadi aman lah kalau berkesimpulan bahwa dia adalah Angern. Selain itu, perwira di belakang Paulus adalah Oberstleutnant Walther Müller yang merupakan Generalstabsoffizier 1 (Erster Ordonnanzoffizier) dari 16.Panzer-Division


General der Panzertruppe Friedrich Paulus mengalungkan Ritterkreuz dalam upacara penganugerahan untuk Generalmajor Alexander von Hartmann (Kommandeur 71.Infanterie-Division) yang dilaksanakan pada tanggal 8 Oktober 1942 di Stalingrad. Ketika divisinya dan seluruh 6.Armee tak mungkin lagi untuk meloloskan diri dari kepungan pasukan Soviet di kota tersebut, von Hartmann berbicara kepada para perwiranya: "Seorang perwira harus gugur dalam pertempuran. Aku tak akan membunuh diriku sendiri, tapi aku akan menjual nyawaku semahal mungkin". Dia lalu mengambil senapan dan pergi menuju tanggul kereta api Stalingrad yang terletak di bagian selatan. Di depan anggota divisinya yang masih tersisa (3 perwira, 7 bintara, dan 183 prajurit), von Hartmann mulai menembaki prajurit Rusia yang sedang menyerbu... sambil berdiri regak! Pada pukul 08:00 pagi tanggal 26 Januari 1943 dia akhirnya gugur seperti apa yang diinginkannya, tertembak tepat di kepala. Ikut tewas bersamanya Oberstleutnant Kurt Corduan (Kommandeur Infanterie-Regiment 191) dan Major Bayerlein (Kommandeur Infanterie-Regiment 211). Atas kepahlawanannya, setelah itu dia dipromosikan menjadi General der Infanterie secara anumerta


Bendera swastika Nazi Jerman yang terpancang di sebuah reruntuhan gedung di Stalingrad yang menjadi markas besar Friedrich Paulus, Oktober 1942


General der Panzertruppe Friedrich Paulus (Oberbefehlshaber 6.Armee) berbincang-bincang dengan dua orang komandan sturm-artillerie yang berada di bawah komandonya. Di sebelah kiri adalah Major Paul Gloger (Kommandeur Sturmgeschütz-Abteilung 244), sementara di kanan adalah Major Hans Zielesch (Kommandeur Sturmgeschütz-Abteilung 245). Foto ini diambil tanggal 21 atau 22 Oktober 1942 saat rancangan final telah dibuat untuk penyerbuan Pabrik Krasny Oktyabr oleh 79.Infanterie-Division yang akan dilakukan esok harinya (23 Oktober 1942)


General der Panzertruppe Friedrich Paulus (kanan) dan General der Artillerie Walther von Seydlitz-Kurzbach (Kommandierender-General LI.Armee-Korps) di sebelah utara Stalingrad, November 1942. Paulus meneropong situasi di front pertempuran melalui Scherenfernrohr, atau yang lebih populer disebut sebagai "teropong gunting". Foto oleh Kriegsberichter Jesse dari PK (Propaganda-Kompanie) 690


General der Panzertruppe Friedrich Paulus (kiri) bersama dengan seorang Generalleutnant yang kemungkinan besar adalah Max Pfeffer (Kommandeur 297.Infanterie-Division) yang nantinya dipromosikan sebagai General der Artillerie tanggal 1 Desember 1942 dan kemudian meninggal dalam tahanan Soviet di Kamp Woikowo tanggal 3 Januari 1956


Friedrich Paulus mengenakan ushanka, sejenis topi bulu khas Rusia yang biasanya dilengkapi dengan 'sayap' di bagian telinga yang dapat dilipat ke atas, dan berfungsi sebagai pelindung bagian samping kepala (terutama telinga) dari serangan hawa dingin Rusia yang terkenal amit-amit. Cara pakainya sangat mudah, cukup dengan mengikatkannya di dagu dan masalah selesai!


Daftar medali dan penghargaan yang diperoleh Friedrich Paulus:
-15 Januari 1943: Eichenlaub zum Ritterkreuz des Eisernen Kreuzes sebagai Generaloberst dan OB (Oberbefehlshaber) 6.Armee/Heeresgruppe Süd, Front Timur
-26 Agustus 1942: Ritterkreuz des Eisernen Kreuzes sebagai General der Panzertruppe dan OB (Oberbefehlshaber) 6.Armee/Heeresgruppe Süd, Front Timur
-27 September 1939: 1939 Spange zum 1914 Eisernes Kreuz I. Klasse
-21 September 1939: 1939 Spange zum 1914 Eisernes Kreuz II. Klasse
-00.00.191_: 1914 Eisernes Kreuz I. Klasse
-00.00.191_: 1914 Eisernes Kreuz II. Klasse
-00.00.191_: Kgl. Bayer. Militär-Verdienstorden IV Klasse mit Schwertern
-00.00.191_: Ritterkreuz II Klasse des Grossherzoglich-Badischen Ordens vom Zähringer Löwen mit Schwertern
-00.00.191_: Grossherzoglich Mecklenburg-Schwerinsches Militär-Verdienstkreuz II Klasse
-00.00.191_: Grossherzoglich Mecklenburg-Schwerinsches Militär-Verdienstkreuz I Klasse
-00.00.191_: Herzoglich Sächs.-Meiningen Ehrenkreuz für Verdienst im Kriege
-00.00.191_: k.u.k. Österr. Militär-Verdienstkreuz III Klasse mit der Kriegsdekoration
-00.00.19__: Baltenkreuz I. Klasse
-00.00.19__: Baltenkreuz II. Klasse
-Sekitar tahun 1934: Ehrenkreuz für Frontkämpfer
-30 Mei 1942; 11 Agustus 1942; 31 Januari 1943; 1 Februari 1943; 3 Februari 1943: Disebutkan di Wehrmachtbericht
-00.00.19__: Wehrmacht-Dienstauszeichnung I Klasse
-00.00.19__: Spange "Prager Burg" zur Medaille zur Erinnerung an den 1. Oktober 1938
-00.00.19__: Medaille zur Erinnerung an den 1. Oktober 1938
-00.00.19__: Medaille zur Erinnerung an den 13. Marz 1938
-?? Medaille “Winterschlacht im Osten 1941/1942”???
-5 Februari 1943: Order of Michael the Brave 1st Class (Romania)
-5 Februari 1943: Order of Michael the Brave 2nd Class (Romania)
-5 Februari 1943: Order of Michael the Brave 3rd Class (Romania)
-00.00.194_: Order of the Cross of Liberty 1st Class (Finland)
-25 Maret 1942: Vapaudenristin Ritarikunta (Order of the Cross of Liberty) 1st Class with Oakleaf and Swords (Finlandia)


Foto-foto lain dari Friedrich Paulus. Dia dan pasukannya di Stalingrad menyerah ke tangan Soviet pada tanggal 31 Januari 1943, satu hari setelah dia dipromosikan sebagai Generalfeldmarschall oleh Adolf Hitler. Hitler sebenarnya mengharapkan Marsekal barunya ini untuk lebih memilih bunuh diri daripada menyerah, sambil menekankan fakta bahwa tidak pernah dalam sejarahnya ada Marsekal Jerman di era sebelumnya yang pernah ditangkap hidup-hidup oleh musuh!


Generalfeldmarschall Friedrich Paulus (memakai schirmmütze) di hari penyerahan dirinya tanggal 31 Januari 1943. Pria bercambang memakai ushanka adalah Generalleutnant Arthur Schmidt (Chef des Generalstabes 6.Armee), sementara yang memakai jaket bulu adalah ajudan Paulus, Oberst Wilhelm Adam. Mereka sedang berangkat untuk menemui Mikhail Shumilov, komandan 64th Army Soviet, di Beketovka. Foto oleh Georgi Lipskerov


Generalfeldmarschall Friedrich Paulus dan Generalleutnant Arthur Schmidt (Chef des Generalstabes 6.Armee) di hari penyerahan dirinya. Hubungan sang Marsekal dan kepala staff-nya begitu dekat. Sebelum Paulus diinterogasi oleh Soviet dia bertanya kepada Schmidt bagaimana dia harus bersikap. Schmidt menjawab, "Ingat bahwa kau adalah Marsekal AD Jerman". Disini, berdasarkan kesaksian interogator Soviet, Schmidt menggunakan kata "du" (kau) untuk memanggil Paulus dan bukannya "Herr Feldmarschall" seperti layaknya bawahan kepada atasan!


Generalfeldmarschall Friedrich Paulus dan Oberst Wilhelm Adam (Adjudant AOK 6.Armee). Sang ajudan meraih Ritterkreuz tanggal 17 Desember 1942. Seusai perang dia berkarir di Kasernierte Volkspolizei Jerman Timur dan pensiun dengan pangkat Generalmajor. Sebelumnya dia adalah Nasional-Sosialis tulen yang ikut serta dalam kudeta Hitler yang gagal di Münich tahun 1923


Generalfeldmarschall Friedrich Paulus bersiap untuk menjalani interogasi pertamanya sebagai tawanan perang Rusia tanggal 31 Januari 1943, di hari yang sama dengan penyerahan 6.Armee di kantong Stalingrad. Kita bisa melihat di foto ini, foto sebelum dan sesudahnya bagaimana depresi dan kesedihan luar biasa begitu tampak di wajahnya!


Generalfeldmarschall Friedrich Paulus bertemu dengan jenderal-jenderal Jerman lainnya yang ditawan di Stalingrad, 4 Februari 1943. 1.Generalleutnant Alexander Edler von Daniels (Kommandeur 376.Infanterie-Division). 2.Generalleutnant Hans-Heinrich Sixt von Armin (Kommandeur 113.Infanterie-Division). 3.Generaloberst Walter Heitz (Oberbefehlshaber 15.Armee). 4.Oberst Wilhelm Adam (Adjudant AOK 6.Armee). 5.Generalfeldmarschall Friedrich Paulus (Oberbefehlshaber 6.Armee)


Generalfeldmarschall Friedrich Paulus diwawancarai oleh wartawan Soviet setelah menyerah. Di sebelah kirinya adalah Generalleutnant Arthur Schmidt (Chef des Generalstabes 6.Armee). Schmidt lah yang secara de facto menjadi komandan 6.Armee di hari-hari terakhir pertempuran Stalingrad ketika Paulus menderita depresi berat akibat kepungan Rusia


Interogasi terhadap Generalfeldmarschall Friedrich Paulus yang dilaksanakan di Markas besar Front Don Tentara Merah. Dari kiri ke kanan: General-Polkovnik (Kolonel Jenderal) Konstantin Rokossovskiy; Marshal roda voisk (Marsekal Artileri) Konstantin Nikolay Voronov; penterjemah Kapten Nikolay Dyatlenko; dan Marsekal Paulus. Paulus sendiri menyerahkan diri pada pasukan 64th Army di bawah komando Mikhail Shumilov


Friedrich Paulus di markas besar Tentara Merah di Stalingrad sedang menunggu untuk diinterogasi tanggal 1 Maret 1943. Dia adalah Marsekal pertama Jerman yang menjadi tawanan perang, dan membuyarkan harapan Hitler bahwa dia akan bertempur sampai mati (atau mengambil hidupnya dalam kekalahan). Yang ada malahan, dia menjadi vokal terhadap Nazi selama dalam tahanan Soviet, dan kemudian menjadi saksi yang memberatkan terdakwa dalam persidangan Nürnberg periode 1945-1946!


Para perwira tinggi 6.Armee dalam tawanan Soviet, dari kiri ke kanan: Generalleutnant Arthur Schmidt (Chef des Generalstabes 6.Armee); Generalfeldmarschall Friedrich Paulus (Oberbefehlshaber 6.Armee); Oberst Wilhelm Adam (Adjudant AOK 6.Armee); dan General der Artillerie Walther von Seydlitz-Kurzbach (Kommandierender-General LI.Armee-Korps). Disini Paulus mengenakan kragenspiegel (tanda pangkat kerah) Generalfeldmarschall. Pada tanggal 25 Februari 1943 sang Marsekal meminta pihak berwenang Rusia di kamp Krasnogorsk untuk mengizinkan dirinya mengontak atase militer Jerman di Turki, Generalleutnant Hans Rohde. Dia kemudian meminta enam pasang insignia Generalfeldmarschall agar bisa mengenakannya di masa depan. Perlu diingat bahwa Paulus dipromosikan sebagai Marsekal di hari terakhir penyerahan dirinya di Stalingrad, jadi pada saat itu dia masih memakai insignia Generaloberst. Yang jelas, jahitan kragenspiegel-nya sendiri tampak tidak terlalu rapi!


Foto-foto Friedrich Paulus sebagai tahanan Soviet bersama dengan Generalleutnant Arthur Schmidt. Pada awalnya dia menolak tawaran kerjasama dari pihak musuh, namun kemudian setelah Plot 20 Juli 1944 Paulus menjadi pengkritik yang sangat vokal terhadap rezim Nazi Jerman. Dia lalu bergabung dengan Nationalkomitee Freies Deutschland (Komite Nasional untuk Jerman Merdeka) yang disponsori Rusia dan secara terang-terangan meminta negaranya untuk menyerah. Tidak heran dia lalu dianggap oleh Hitler sebagai pengkhianat dan keluarganya pun ditangkap


Para jenderal Wehrmacht di Stalingrad yang difoto di musim semi/panas 1943 saat telah menjadi tawanan Rusia: 1.Generalmajor Dr.rer.pol. Otto Korfes (Kommandeur 295.Infanterie-Division); 2.Generalleutnant Arno von Lenski (Kommandeur 24.Panzer-Division); 3.Oberst i.G. Wilhelm Adam (Adjudant AOK 6.Armee); 4.Generalfeldmarschall Friedrich Paulus (Oberbefehlshaber 6.Armee); 5.Generaloberst Walter Heitz (Oberbefehlshaber 15.Armee); 6.Generalstabsarzt Prof.Dr. Otto Renoldi (Armeearzt 6.Armee); 7.susah dilihat mukanya!; dan 8.Generalleutnant Carl Rodenburg (Kommandeur 76. Infanterie-Division)


Friedrich Paulus bersaksi dalam persidangan Nürnberg. Disini dia ditanya tentang nasib para tawanan Stalingrad oleh para jurnalis. Dia menitip pesan pada para jurnalis tersebut untuk menyampaikan pada istri, anak, dan keluarga dari para prajurit yang ditawan di Stalingrad bahwa mereka baik-baik saja. Kenyataannya, dari 91.000 orang tawanan Jerman yang ditangkap di Stalingrad, setengahnya mati dalam perjalanan ke kamp tawanan di Siberia. Jumlah yang sama kemudian ikut menyusul menghadapi kondisi kamp yang brutal. Hanya 6.000 orang yang mampu kembali hidup-hidup ke Jerman bertahun setelahnya!


Friedrich Paulus berbicara di hadapan para jurnalis dalam dan luar negeri dalam konferensi pers yang diadakan oleh Ausschusses für Deutsche Einheit (Komite untuk Persatuan Jerman) di Haus der Presse, Berlin, tanggal 2 Juli 1954. Yang duduk di meja, dari kiri ke kanan: Dr. Hans Loch (Menteri Keuangan dan Wakil Perdana Menteri DDR) dan Prof. Albert Norden (Anggota Dewan Wilayah serta Wakil Presiden Weltfriedensrates, SED, KPD, DDR)


Friedrich Paulus berbicara di hadapan para jurnalis dalam dan luar negeri dalam konferensi pers yang diadakan oleh Ausschusses für Deutsche Einheit (Komite untuk Persatuan Jerman) di Haus der Presse, Berlin, tanggal 2 Juli 1954. Usai perang sang mantan Marsekal tinggal di Dresden, Jerman Timur dimana dia bekerja sebagai kepala sipil Institut Penelitian Sejarah Militer Jerman Timur. Dia meninggal di kota tersebut tanggal 1 Februari 1957, tepat 14 tahun berlalu setelah menyerahnya dia di Stalingrad. Paulus dikebumikan di Baden di samping makam istrinya, yang telah pergi mendahuluinya pada tahun 1949 tanpa pernah melihat lagi suaminya dari sejak keberangkatan ke Front Timur di musim panas 1942!


Kuburan Friedrich Paulus dan keluarganya di Stadtfriedhof, Baden-Baden, Baden-Württemberg (Jerman). Ikut dikebumikan disini istrinya Constance Elena Rosetti-Solescu (25 April 1889 - 9 November 1949) serta anaknya Hauptmann Friedrich Paulus yang tewas di Anzio (11 April 1918 - 29 Februari 1944). Ada satu putra sang Marsekal yang lain, Ernst Alexander Paulus, yang bunuh diri pada tahun 1970 dan tidak ikut dikuburkan bersama dengan ayah-ibu dan saudaranya


Patung kepala Friedrich Paulus yang ditempelkan ke dudukan kayu di bawahnya. Patung perunggu peninggalan zaman Nazi ini sebenarnya merupakan potongan dari bagian tubuh lain yang lebih besar, tapi kemudian setelah menyerahnya Paulus ke tangan Rusia patung ini diperintahkan untuk dihancurkan oleh otoritas Nazi. Orang dari Reichenall yang diperintahkan hal tersebut melaksanakan tugasnya, hanya saja dia menyisakan bagian kepalanya sebagai kenang-kenangan. Pada tahun 2007 patung di atas terjual ke tangan salah seorang kolektor yang tidak diketahui namanya

Sumber :
Buku "Stalingrad: The Infernal Cauldron, 1942-1943" karya Stephen A. Walsh
Foto koleksi Bundesarchiv Jerman
Foto koleksi pribadi Jason Mark
www.aberjonapress.com
www.allworldwars.com
www.badische-zeitung.de
www.blockhaus.ru
www.commons.wikimedia.org
www.ejnoomen.home.xs4all.nl
www.en.wikipedia.org
www.forum.axishistory.com
www.germanmilitaryhistory.com
www.gmic.co.uk
www.liveinternet.ru
www.mbertram.de
www.militaria321.com
www.original-militaria.com
www.pbs.org
www.pixtale.net
www.stalingrad.net
www.warandgame.com
www.wehrmacht-awards.com

---------000000--------

Kasunanan Kartasura

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Nagari Kartasura
Flag of the Sultanate of Mataram.svg 1680–1745 Kasunanan Surakarta
Ibu kota Kartasura
Bahasa Jawa
Agama mayoritas Islam
Pemerintahan Monarki
Susuhunan (Sunan)
 - 1680-1703 Hamangku Rat II
 - 1726-1743(5) w. 1749 Paku Buwono II
Sejarah
 - Kembalinya Hamangku Rat II dari pengasingan 1680
 - Geger Pecinan 1743- 1745
Kasunanan Kartasura adalah sebuah kerajaan di Pulau Jawa yang berdiri pada tahun 1680 dan berakhir tahun 1742, sebagai kelanjutan dari Kesultanan Mataram. Riwayat kerajaan yang usianya relatif singkat ini cenderung diwarnai oleh perang saudara memperebutkan takhta.
Lokasi pusat Kasunanan Kartasura saat ini diperkirakan terdapat di Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah.

Daftar isi

Latar Belakang

Amangkurat I adalah raja terakhir Kesultanan Mataram yang memerintah dengan sewenang-wenang sejak tahun 1645. Ia juga terlibat perselisihan dengan putranya sendiri yang menjabat sebagai Adipati Anom. Pada tahun 1670 Adipati Anom menggunakan Trunajaya dari Madura sebagai alat untuk melakukan kudeta terhadap ayahnya itu.
Pemberontakan Trunajaya yang semakin besar membuatnya sulit dikendalikan lagi. Puncaknya, pada tanggal 2 Juli 1677 istana Mataram yang terletak di Plered diserbu kaum pemberontak. Adipati Anom memilih kabur bersama Amangkurat I ke arah barat.
Amangkurat I meninggal dalam perjalanan. Ia sempat berwasiat agar Adipati Anom meminta bantuan VOC untuk menumpas Trunajaya dan merebut kembali takhta.

Berdirinya Kartasura

Sesuai wasiat ayahnya, Adipati Anom pun bekerja sama dengan VOC untuk menumpas Trunajaya. Ia menandatangani Perjanjian Jepara 1677 dengan VOC, yang berisi VOC akan membantu Adipati Anom melawan Trunojoyo, dan sebagai gantinya, VOC berhak memonopoli perdagangan di Pantai Utara Jawa. Atas bantuan VOC, Adipati Anom diangkat sebagai raja tanpa takhta bergelar Amangkurat II. Trunajaya akhirnya berhasil ditangkap dan dihukum mati awal tahun 1680.
Istana lama Mataram, yang letaknya di Plered, saat itu telah dikuasai oleh Pangeran Puger, putra Amangkurat I lainnya, yang ditugasi sang ayah untuk merebutnya dari tangan Trunajaya. Amangkurat II terpaksa membangun istana baru di Hutan Wanakarta, yang diberi nama Kartasura. Ia mulai pindah ke istana tersebut pada bulan September 1680.
Kemudian terjadilah perang antara Kartasura melawan Mataram untuk memperebutkan kekuasaan atas tanah Jawa sebagai pewaris Amangkurat I yang sah. Pada tanggal 28 November 1681 akhirnya Pangeran Puger menyerah kalah kepada Amangkurat II yang dibantu VOC. Sejak saat itu, Mataram resmi menjadi bagian dari Kartasura.

Perkembangan Selanjutnya

Amangkurat II yang naik takhta atas bantuan VOC, kemudian hari merasa sangat dirugikan dengan Perjanjian Jepara 1677. Dengan berbagai cara ia berusaha untuk melepaskan diri dari perjanjian dengan VOC, antara lain membantu perjuangan seorang buronan bernama Untung Suropati. Amangkurat II menerima dan membantu pelarian Untung Surapati di Kartasura. Kapten Tack, pemimpin pasukan VOC yang mengejar Untung Surapati tewas terbunuh di Kartasura. Untung Surapati diangkat sebagai saudara oleh Amangkurat II dan diberikan hadiah sebagai Bupati Pasuruhan pertama dengan gelar Wiranegara. Atas peristiwa itu, hubungan VOC dengan Amangkurat II memanas.
Sepeninggal Amangkurat II terjadi perebutan takhta antara Amangkurat III melawan Pangeran Puger yang bergelar Pakubuwana I (Perang Suksesi Jawa Pertama). Pada tahun 1705 Pakubuwana I berhasil mengusir Amangkurat III dan merebut Kartasura. Perang antara Pakubuwana I yang didukung VOC melawan Amangkurat III yang didukung keluarga Untung Suropati di Jawa Timur baru berakhir tahun 1708. Penobatan Puger membuktikan perjanjian antara Ki Gede Pemanahan dan Ki Juru Martani mengenai pergantian tujuh keturunan Pemanahan ke keturunan Ki Juru Martani.
Sepeninggal Pakubuwana I terjadi lagi perebutan takhta Kartasura di antara putra, yaitu Amangkurat IV yang dibantu VOC melawan Pangeran Blitar, Pangeran Purbaya, dan Pangeran Dipanegara Madiun (Perang Suksesi Jawa Kedua). Perang saudara ini berakhir tahun 1723 yang dimenangkan oleh Amangkurat IV.

Jatuhnya Kartasura


Sisa benteng pelindung komplek inti Kraton Kartasura, satu-satunya sisa bangunan kraton yang masih dapat dilihat saat ini.
Pada tahun 1740 terjadi pemberontakan orang-orang Tionghoa di Batavia yang menjalar sampai ke seluruh Jawa. Mula-mula Pakubuwana II (pengganti Amangkurat IV) mendukung mereka. Namun ketika melihat pihak VOC unggul, ia pun berbalik mendukung bangsa Belanda tersebut.
Perbuatan Pakubuwana II justru membuat kekuatan pemberontak meningkat karena banyak pejabat anti VOC yang meninggalkannya. Akhirnya pada tanggal 30 Juni 1742 para pemberontak menyerbu Kartasura besar-besaran. Pakubuwana II pun melarikan diri ke Ponorogo.
VOC bekerja sama dengan Cakraningrat IV dari Madura dan berhasil merebut kembali Kartasura. Pada akhir tahun 1743 Pakubuwana II kembali ke Kartasura namun kondisi kota tersebut sudah hancur. Ia pun memutuskan membangun istana baru di desa Sala bernama Surakarta, yang ditempatinya sejak tahun 1745.
Babad Tanah Jawi menyebut peristiwa ini sebagai Geger Pacino. Rusaknya kraton di Kartasura, dianggap merupakan tanda hilangnya landasan kosmogonis kraton sebagai sentrum kekuasaan, sehingga perlu dibangun kraton baru.

000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000






Biografi Thomas Alva Edison


Thomas Alva Edison dilahirkan di Milan, Ohio pada tanggal 11 Februari 1847. Tahun 1954 orang tuanya pindah ke Port Huron, Michigan. Edison pun tumbuh besar di sana. Sewaktu kecil Edison hanya sempat mengikuti sekolah selama 3 bulan. Gurunya memperingatkan Edison kecil bahwa ia tidak bisa belajar di sekolah sehingga akhirnya Ibunya memutuskan untuk mengajar sendiri Edison di rumah. Kebetulan ibunya berprofesi sebagai guru. Hal ini dilakukan karena ketika di sekolah Edison termasuk murid yang sering tertinggal dan ia dianggap sebagai murid yang tidak berbakat.

Meskipun tidak sekolah, Edison kecil menunjukkan sifat ingin tahu yang mendalam dan selalu ingin mencoba. Sebelum mencapai usia sekolah dia sudah membedah hewan-hewan, bukan untuk menyiksa hewan-hewan tersebut, tetapi murni didorong oleh rasa ingin tahunya yang besar. Pada usia sebelas tahun Edison membangun laboratorium kimia sederhana di ruang bawah tanah rumah ayahnya. Setahun kemudian dia berhasil membuat sebuah telegraf yang meskipun bentuknya primitif tetapi bisa berfungsi.

Tentu saja percobaan-percobaan yang dilakukannya membutuhkan biaya yang lumayan besar. Untuk memenuhi kebutuhannya itu, pada usia dua belas tahun Edison bekerja sebagai penjual koran dan permen di atas kereta api yang beroperasi antara kota Port Huron dan Detroit. Agar waktu senggangnya di kereta api tidak terbuang percuma Edison meminta ijin kepada pihak perusahaan kereta api, “Grand Trunk Railway”, untuk membuat laboratorium kecil di salah satu gerbong kereta api. Di sanalah ia melakukan percobaan dan membaca literatur ketika sedang tidak bertugas.

Tahun 1861 terjadi perang saudara antara negara-negara bagian utara dan selatan. Topik ini menjadi perhatian orang-orang. Thomas Alva Edison melihat peluang ini dan membeli sebuah alat cetak tua seharga 12 dolar, kemudian mencetak sendiri korannya yang diberi nama “Weekly Herald”. Koran ini adalah koran pertama yang dicetak di atas kereta api dan lumayan laku terjual. Oplahnya mencapai 400 sehari.

Pada masa ini Edison hampir kehilangan pendengarannya akibat kecelakaan. Tetapi dia tidak menganggapnya sebagai cacat malah menganggapnya sebagai keuntungan karena ia banyak memiliki waktu untuk berpikir daripada untuk mendengarkan pembicaraan kosong.

Tahun 1868 Edison mendapat pekerjaan sebagai operator telegraf di Boston. Seluruh waktu luangnya dihabiskan untuk melakukan percobaan-percobaan tehnik. Tahun ini pula ia menemukan sistem interkom elektrik.

Thomas Alva Edison mendapat hak paten pertamanya untuk alat electric vote recorder tetapi tidak ada yang tertarik membelinya sehingga ia beralih ke penemuan yang bersifat komersial. Penemuan pertamanya yang bersifat komersial adalah pengembangan stock ticker. Edison menjual penemuaannya ke sebuah perusahaan dan mendapat uang sebesar 40000 dollar. Uang ini digunakan oleh Edison untuk membuka perusahaan dan laboratorium di Menlo Park, New Jersey. Di laboratorium inilah ia menelurkan berbagai penemuan yang kemudian mengubah pola hidup sebagian besar orang-orang di dunia.

Tahun 1877 ia menemukan phonograph. Pada tahun ini pula ia menyibukkan diri dengan masalah yang pada waktu itu menjadi perhatian banyak peneliti: lampu pijar. Edison menyadari betapa pentingnya sumber cahaya semacam itu bagi kehidupan umat manusia. Oleh karena itu Edison mencurahkan seluruh tenaga dan waktunya, serta menghabiskan uang sebanyak 40.000 dollar dalam kurun waktu dua tahun untuk percobaan membuat lampu pijar. Persoalannya ialah bagaimana menemukan bahan yg bisa berpijar ketika dialiri arus listrik tetapi tidak terbakar. Total ada sekitar 6000 bahan yang dicobanya. Melalui usaha keras Edison, akhirnya pada tanggal 21 Oktober 1879 lahirlah lampu pijar listrik pertama yang mampu menyala selama 40 jam.

Masih banyak lagi hasil penemuan Edison yang bermanfaat. Secara keseluruhan Edison telah menghasilkan 1.039 hak paten. Penemuannya yang jarang disebutkan antara lain : telegraf cetak, pulpen elektrik, proses penambangan magnetik, torpedo listrik, karet sintetis, baterai alkaline, pengaduk semen, mikrofon, transmiter telepon karbon dan proyektor gambar bergerak.

Thomas Edison juga berjasa dalam bidang perfilman. Ia menggabungkan film fotografi yang telah dikembangkan George Eastman menjadi industri film yang menghasilkan jutaan dolar seperti saat ini. Dia pun membuat Black Maria, suatu studio film bergerak yang dibangun pada jalur berputar.

Melewati tahun 1920-an kesehatannya kian memburuk dan beliau meninggal dunia pada tanggal 18 Oktober 1931 pada usia 84 tahun





0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites